Rumbia (ANTARA News) - Badan Anggaran (Banggar) DPRD Bombana, Sulawesi Tenggara, memangkas jumlah anggaran untuk pembayaran honor kepada tim penyusun rancangan peraturan daerah (raperda) dari sebesar Rp100 juta menjadi Rp32 juta.
"Pengurangan anggaran untuk honor penyusun raperda tersebut karena kami menilai tidak sesuai dengan standar analisa biaya," kata salah seorang anggota Banggar DPRD Bombana, Johan Salim, saat pembahasan RAPBD 2012 di Rumbia, Selasa.
Menurut Johan, sebenarnya tim penyusun raperda yang melekat pada Bagian Hukum Sekretariat Daerah, tidak harus diberi honor, sebab hal itut sudah merupakan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) mereka.
"Kami (DPRD) saja yang mengusulkan rancangan perda inisatif, tidak menuntut untuk dibayar," kata Wakil Ketua DPRD Bombana itu.
Banggar DPRD juga memprotes rencana kegiatan anggaran yang diusulkan pihak sekretariat daerah, sebab terdapat komponen penganggaran yang tidak rasional seperti honor tukang cuci, tukang masak, petugas kebersihan serta perawatan rumah jabatan.
"Sekda itu adalah pejabat karir, jadi tidak perlu dapat fasilitas seperti bupati, wakil bupati dan ketua DPRD," kata Johan.
Menurut Johan, jabatan Sekda berbeda dengan bupati, wakil bupati dan ketua DPRD yaitu pejabat negara yang perlu mendapat fasilitas seperti biaya perawatan rumah jabatan.
"Olehnya itu, anggaran operasional yang melekat di rumah dinas Sekda dihilangkan," katanya.
Banggar DPRD juga mengkritik besaran honor panitia pelaksana kegiatan, yang mencantumkan honor bagi pelindung, penasehat, dan pembina sebesar Rp70 juta per jenis kegiatan, padahal dinilai tidak berpihak pada kepentingan pelayanan publik. (Ant).
"Pengurangan anggaran untuk honor penyusun raperda tersebut karena kami menilai tidak sesuai dengan standar analisa biaya," kata salah seorang anggota Banggar DPRD Bombana, Johan Salim, saat pembahasan RAPBD 2012 di Rumbia, Selasa.
Menurut Johan, sebenarnya tim penyusun raperda yang melekat pada Bagian Hukum Sekretariat Daerah, tidak harus diberi honor, sebab hal itut sudah merupakan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) mereka.
"Kami (DPRD) saja yang mengusulkan rancangan perda inisatif, tidak menuntut untuk dibayar," kata Wakil Ketua DPRD Bombana itu.
Banggar DPRD juga memprotes rencana kegiatan anggaran yang diusulkan pihak sekretariat daerah, sebab terdapat komponen penganggaran yang tidak rasional seperti honor tukang cuci, tukang masak, petugas kebersihan serta perawatan rumah jabatan.
"Sekda itu adalah pejabat karir, jadi tidak perlu dapat fasilitas seperti bupati, wakil bupati dan ketua DPRD," kata Johan.
Menurut Johan, jabatan Sekda berbeda dengan bupati, wakil bupati dan ketua DPRD yaitu pejabat negara yang perlu mendapat fasilitas seperti biaya perawatan rumah jabatan.
"Olehnya itu, anggaran operasional yang melekat di rumah dinas Sekda dihilangkan," katanya.
Banggar DPRD juga mengkritik besaran honor panitia pelaksana kegiatan, yang mencantumkan honor bagi pelindung, penasehat, dan pembina sebesar Rp70 juta per jenis kegiatan, padahal dinilai tidak berpihak pada kepentingan pelayanan publik. (Ant).