Kendari (ANTARA News) - Aktivis anti korupsi mempertanyakan proses hukum mantan direktur PT Industri Kapal Indonesia (IKI) berkedudukan di Makassar, AP (56) sebagai tersangka dalam kasus pembangunan kapal tipe Ro-Ro.
"Mantan direktur PT IKI ditetapkan sebagai tersangka sejak Februari 2011 lalu tetapi sampai dipenghujung tahun tidak jelas sampai dimana tahapan prosesnya," kata aktivis anti korupsi Salento Lagundi, SH di Kendari, Selasa.
Demi keadilan bagi setiap orang yang disangka melakukan tindak pidana korupsi membutuhkan kepastian hukum.
Artinya, kalau penanganan perkaranya terhenti karena tidak cukup bukti sehingga ditolak oleh pengadilan maka yang bersangkutan berhak atas pemulihan nama baik.
"Kepastian hukum tidak hanya perkara yang divonis pengadilan tetapi sikap konsisten menghentikan penyidikan karena bukti-bukti tidak memenuhi syarat adalah kepastian hukum," kata Saleanto.
Pada Februari 2011 lalu, penyidik Kejati Sultra menetapkan mantan direktur PT Industri Kapal Indonesia (IKI) berkedudukan di Makassar, AP (56) sebagai tersangka korupsi pembangunan kapal tipe Ro-Ro.
Asisten Intelijen Kejati Sultra, Suleman Hadjrati mengatakan kerugian negara dari kegiatan proyek pembangunan kapal penyeberangan tipe Ro-Ro senilai Rp14 milyar yang bersumber dari APBN tahun 2003-2004 masih dalam proses audit.
"Penyidik memiliki fakta adanya perbuatan melawan hukum yang berpotensi merugikan keuangan negara. Besaran kerugian belum diketahui karena masih dalam proses pemeriksaan institusi ahli dibidang tersebut," kata Suleman.
Demikian halnya dengan oknum atau pejabat yang harus bertanggungjawab pada pekerjaan pengadaan kapal yang akan melayani angkutan lintas Lasusua (Sulawesi Tenggara)- Siwa (Sulawesi Selatan) masih didalami penyidik.
"Peristiwa tindak pidana korupsi dipastikan melibatkan lebih dari satu orang pelaku. Artinya, tidak mungkin tersangkanya hanya satu orang tetapi masih dalam pengembangan," katanya.
Mantan Direktur PT IKI Makassar, AP (56) harus bertanggungjawab karena menanda tangani perjanjian kontrak kerja pembangunan kapal dengan pihak pengguna yakni Dinas Perhubungan Sultra.
Kapal yang direncanakan berkapasitas angkut 300 GRT milik salah satu badan usaha milik negara tersebut diduga kuat salah perencanaan konstruksi sehingga tidak layak pakai.
"Sudah pasti ada unsur kerugian negara karena kapal yang dibangun tahun 2003-2004 lalu belum dapat dimanfaatkan," katanya.
Secara terpisah Kadis Perhubungan Sultra Burhanuddin S Noy mengatakan kapal tipe Ro-Ro yang dibangun dengan dana APBN oleh rekanan PT IKI Makassar belum dapat dioperasikan.
"Saya tidak tahu menahu keadaan kapal yang diharapkan menjadi sarana penyeberangan Lasusua-Siwa karena sedang dalam proses hukum," katanya. (Ant).
"Mantan direktur PT IKI ditetapkan sebagai tersangka sejak Februari 2011 lalu tetapi sampai dipenghujung tahun tidak jelas sampai dimana tahapan prosesnya," kata aktivis anti korupsi Salento Lagundi, SH di Kendari, Selasa.
Demi keadilan bagi setiap orang yang disangka melakukan tindak pidana korupsi membutuhkan kepastian hukum.
Artinya, kalau penanganan perkaranya terhenti karena tidak cukup bukti sehingga ditolak oleh pengadilan maka yang bersangkutan berhak atas pemulihan nama baik.
"Kepastian hukum tidak hanya perkara yang divonis pengadilan tetapi sikap konsisten menghentikan penyidikan karena bukti-bukti tidak memenuhi syarat adalah kepastian hukum," kata Saleanto.
Pada Februari 2011 lalu, penyidik Kejati Sultra menetapkan mantan direktur PT Industri Kapal Indonesia (IKI) berkedudukan di Makassar, AP (56) sebagai tersangka korupsi pembangunan kapal tipe Ro-Ro.
Asisten Intelijen Kejati Sultra, Suleman Hadjrati mengatakan kerugian negara dari kegiatan proyek pembangunan kapal penyeberangan tipe Ro-Ro senilai Rp14 milyar yang bersumber dari APBN tahun 2003-2004 masih dalam proses audit.
"Penyidik memiliki fakta adanya perbuatan melawan hukum yang berpotensi merugikan keuangan negara. Besaran kerugian belum diketahui karena masih dalam proses pemeriksaan institusi ahli dibidang tersebut," kata Suleman.
Demikian halnya dengan oknum atau pejabat yang harus bertanggungjawab pada pekerjaan pengadaan kapal yang akan melayani angkutan lintas Lasusua (Sulawesi Tenggara)- Siwa (Sulawesi Selatan) masih didalami penyidik.
"Peristiwa tindak pidana korupsi dipastikan melibatkan lebih dari satu orang pelaku. Artinya, tidak mungkin tersangkanya hanya satu orang tetapi masih dalam pengembangan," katanya.
Mantan Direktur PT IKI Makassar, AP (56) harus bertanggungjawab karena menanda tangani perjanjian kontrak kerja pembangunan kapal dengan pihak pengguna yakni Dinas Perhubungan Sultra.
Kapal yang direncanakan berkapasitas angkut 300 GRT milik salah satu badan usaha milik negara tersebut diduga kuat salah perencanaan konstruksi sehingga tidak layak pakai.
"Sudah pasti ada unsur kerugian negara karena kapal yang dibangun tahun 2003-2004 lalu belum dapat dimanfaatkan," katanya.
Secara terpisah Kadis Perhubungan Sultra Burhanuddin S Noy mengatakan kapal tipe Ro-Ro yang dibangun dengan dana APBN oleh rekanan PT IKI Makassar belum dapat dioperasikan.
"Saya tidak tahu menahu keadaan kapal yang diharapkan menjadi sarana penyeberangan Lasusua-Siwa karena sedang dalam proses hukum," katanya. (Ant).