Kendari (ANTARA News) - Pengacara Todung Mulya Lubis mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pemeriksaan terkait kasus tumpang tindih izin pertambangan milik PT (Persero) Antam Tbk di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.

Pernyataan Todung Mulya Lubis itu disampaikan kepada sejumlah wartawan usai mendengarkan sidang replik di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Sulawesi Tenggara di Kendari, Selasa.

Todung dengan membawa nama Kantor Lubis, Santosa & Maulana Law Offices (LSM) dengan didampingi pengacara dan sekaligus Kuasa Hukum PT Antam, Ahmad Irfan Arifin, sangat berharap pihak KPK dapat segera bertindak cepat untuk menghindari semakin tingginya kerugian yang dialami oleh kliennya PT Antam.

"Dari data serta bukti-bukti yang kami peroleh, PT (Persero) Antam selama ini telah mengalami kerugian yang tidak sedikit," kata Todung dan Irfan.

Ketika ditanya lahan mana saja milik PT Antam yang diserobot oleh perusahaan yang mendapat izin dari bupati setempat, Irfan mengatakan, luasannya ada sekitar 2.400 hektare dan semuanya di wilayah Kecamatan Mandiodo, Lalindu, Lasolo dan Molawe di Kabupaten Konawe Utara.

Ia mengatkan, perhitungan kerugian PT Antam secara resmi sampai saat ini belum dapat ditentukan karena keragaman aspek yang terkait di dalamnya, termasuk nilai potensi pengembangan cadangan nikel dalam kegiatan pertambangan dan proyek-proyek strategi perusahaan.

Todung maupun Irfan mengungkapkan, lahan PT. Antam yang tumpang tindih itu kini dikelola dua perusahaan yang nota bene mendapat izin usaha pertambangan (IUP) dari Bupati Konawe Utara saat H Aswad Sulaeman, yakni PT Duta Inti Perkasa Mineral (DIPM) dan PT Sriwijaya Raya.

"Sebagai gambaran, jumlah sumber daya `saprolit` (kadar tinggi) dan `limonit` (kadar rendah) nikel yang ada di daerah Mandiodo, Lalindu dan Lasoso berdasarkan laporan tahunan 2010 adalah sebesar 89,5 juta ton nikel," kata Todung.

Ia menambahkan, tumpang tindih izin pertambangan sangat merugikan negara dan Indonesia berpotensi kehilangan banyak pendapatan dari sektor tambang.

Oleh karena itu, KPK harus turun tangan dalam kasus yang dialami PT (Persero) Antam Tbk, yang izin pertambangan di Konawe Utara tumpang tindih dengan izin tambang perusahaan lain, sebab hal itu merugikan negara.

PT (Persero) Antam Tbk yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang mayoritas sahamnya dimiiliki pemerintah, jika pendapatannya menurun, pendapatan negara juga ikut menurun. Apalagi dari hasil kajian KPK ada ribuan izin tambang yang bermasalah.

"Pemerintah harus segera membuat payung hukum yang tepat, supaya permasalahan ini tidak terus terulang," ujar Todung.

Kepastian hukum, katanya, terkait erat dengan keinginan investor lokal ataupun asing untuk datang dan berinvestasi di Indonesia. Ekonomi saat ini cukup kuat dibandingkan dengan resesi yang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa. Banyak investor mulai melirik Indonesia dan tertarik untuk ramai-ramai berinvestasi ke Indonesia.

"Kondisi positif ini jangan sampai dirusak dengan fakta adanya ketidakpastian hukum di negara kita, dan perusahaan BUMN seperti PT Antam pun tidak luput dari kasus tumpang tindih izin pertambangan itu," ungkap Todung Mulya Lubis. (Ant).

Pewarta : Azis Senong
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024