Kolaka (ANTARA News) - Pemerintah Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, menggelar rapat evaluasi terhadap penanganan arus mudik dan arus balik terkait Idul Fitri 1432 Hijriah.
Bupati Kolaka Buhari Matta pada rapat evaluasi yang juga dihadiri Wakil Bupati Amir Sahaka dan para pimpinan instansi terkait pada Jumat, mengatakan, rapat evaluasi tersebut sangat penting untuk mengukur kinerja sekaligus dapat menjadi bahan pertimbangan yang lebih baik di tahun-tahun mendatang.
Buhari juga menyebutkan, banyak contoh kasus yang terjadi selama arus mudik dan arus bali lebaran tahun ini di antaranya kecelakaan tenggelamnya feri Windu Karsa yang menewaskan 13 orang dan sekitar 23 orang lagi hingga kini belum ditemukan.
"Contoh kasus lain ada mobil angkutan yang terpaksa penumpangnya diturunkan oleh aparat instansi terkait di Terminal Rate-Rate karena mobil tersebut tidak layak lagi beroperasi," ujarnya.
Begitu juga arus mudik dan aru bali melalui jalur laut, kata Buhari, masih terjadi kurang disiplin dan tegasnya aparat yang bertugas di pelabuhan sehingga kapal yang melakukan pelayaran tidak mematuhi standar operasional yang berlaku.
"Ini semua akan dievaluasi kinerjanya dan kita membutuhkan kesadaran kolektif bagi semua instansi terkait," ujarnya.
Hal senada disampaikan pihak DPRD yang diwakili Akring Johar bahwa ada kapal yang sudah tua, tetapi masih dianggap layak untuk berlayar.
"Contoh kasus tenggelamnya feri Windu Karsa karena terindikasi kapal tersebut memang sudah bocor dari Pelabuhan Bajoe, namun dipaksakan untuk melakukan pelayaran. Ini yang harus dievaluasi agar kejadian tersebut tidak terulang lagi," ujarnya.
Akring juga mengatakan, jalur lintasan laut yang menghubungkan antara Kolaka (Sultra) dengan Bajoe (Sulsel) yang panjangnya 8,6 mil sudah saatnya tidak mennggunakan feri, melainkan harus kapal yang berbobot besar seperti kapal Pelni.
"Ini juga yang harus jadi perhatian bagi ASDP dan Adpel karena jalur ini menempuh satu hari perjalanan. Jadi tidak bisa lagi kita menggunakan jasa penyeberangan dengan feri, tapi cocoknya dengan kapal Pelni," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Operasional ASDP Kolaka, Supar Sanyoto mengatakan, pihaknya akan membicarakan masalah ini dengan Dirjen Kelautan terkait persoalan penggunaan kapal Pelni ataukah kapal feri yang akan digunakan pada penyeberangan laut Kolaka-Bajoe yang menempuh satu hari perjalanan.
Kapolres Kolaka AKBP Rahmat Pamuji pada kesempatan itu mengatakan, selama pelaksanaan operasi ketupat, data penumpang yang menggunakan jalur transposrtasi laut tahun ini terjadi peningkatan.
"Tahun ini jumlah penumpang yang melakukan arus mudik melalui jalur laut sekitar 15 ribu orang atau mengalami kenaikan dibanding tahun sebelumnya hanya sekitar delapan ribu orang," katanya.
Begitu juga dengan arus mudik menggunakan jasa penerbangan, kata Rahmat, tahun ini meningkat sampai dua ribu orang dibanding tahun lalu hanya seribu lima ratus orang.
"Untuk mengantisipasi jalur darat pihak Polres Kolaka berpedoman pada kasus tahun lalu, kami membangun beberapa posko pengamanan selama mudik di wilayah yang dianggap rawan kecelakaan," ujarnya. (Ant).
Bupati Kolaka Buhari Matta pada rapat evaluasi yang juga dihadiri Wakil Bupati Amir Sahaka dan para pimpinan instansi terkait pada Jumat, mengatakan, rapat evaluasi tersebut sangat penting untuk mengukur kinerja sekaligus dapat menjadi bahan pertimbangan yang lebih baik di tahun-tahun mendatang.
Buhari juga menyebutkan, banyak contoh kasus yang terjadi selama arus mudik dan arus bali lebaran tahun ini di antaranya kecelakaan tenggelamnya feri Windu Karsa yang menewaskan 13 orang dan sekitar 23 orang lagi hingga kini belum ditemukan.
"Contoh kasus lain ada mobil angkutan yang terpaksa penumpangnya diturunkan oleh aparat instansi terkait di Terminal Rate-Rate karena mobil tersebut tidak layak lagi beroperasi," ujarnya.
Begitu juga arus mudik dan aru bali melalui jalur laut, kata Buhari, masih terjadi kurang disiplin dan tegasnya aparat yang bertugas di pelabuhan sehingga kapal yang melakukan pelayaran tidak mematuhi standar operasional yang berlaku.
"Ini semua akan dievaluasi kinerjanya dan kita membutuhkan kesadaran kolektif bagi semua instansi terkait," ujarnya.
Hal senada disampaikan pihak DPRD yang diwakili Akring Johar bahwa ada kapal yang sudah tua, tetapi masih dianggap layak untuk berlayar.
"Contoh kasus tenggelamnya feri Windu Karsa karena terindikasi kapal tersebut memang sudah bocor dari Pelabuhan Bajoe, namun dipaksakan untuk melakukan pelayaran. Ini yang harus dievaluasi agar kejadian tersebut tidak terulang lagi," ujarnya.
Akring juga mengatakan, jalur lintasan laut yang menghubungkan antara Kolaka (Sultra) dengan Bajoe (Sulsel) yang panjangnya 8,6 mil sudah saatnya tidak mennggunakan feri, melainkan harus kapal yang berbobot besar seperti kapal Pelni.
"Ini juga yang harus jadi perhatian bagi ASDP dan Adpel karena jalur ini menempuh satu hari perjalanan. Jadi tidak bisa lagi kita menggunakan jasa penyeberangan dengan feri, tapi cocoknya dengan kapal Pelni," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Operasional ASDP Kolaka, Supar Sanyoto mengatakan, pihaknya akan membicarakan masalah ini dengan Dirjen Kelautan terkait persoalan penggunaan kapal Pelni ataukah kapal feri yang akan digunakan pada penyeberangan laut Kolaka-Bajoe yang menempuh satu hari perjalanan.
Kapolres Kolaka AKBP Rahmat Pamuji pada kesempatan itu mengatakan, selama pelaksanaan operasi ketupat, data penumpang yang menggunakan jalur transposrtasi laut tahun ini terjadi peningkatan.
"Tahun ini jumlah penumpang yang melakukan arus mudik melalui jalur laut sekitar 15 ribu orang atau mengalami kenaikan dibanding tahun sebelumnya hanya sekitar delapan ribu orang," katanya.
Begitu juga dengan arus mudik menggunakan jasa penerbangan, kata Rahmat, tahun ini meningkat sampai dua ribu orang dibanding tahun lalu hanya seribu lima ratus orang.
"Untuk mengantisipasi jalur darat pihak Polres Kolaka berpedoman pada kasus tahun lalu, kami membangun beberapa posko pengamanan selama mudik di wilayah yang dianggap rawan kecelakaan," ujarnya. (Ant).