Hanover, Jerman, (ANTARA/Reuters) - Presiden Rusia Dmitry Medvedev mengatakan pada Selasa bahwa pemerintah dan pemberontak Libya dapat melakukan cara-cara melalui kompromi dan memberikan dukungan bagi satu pihak dalam konflik itu berakibat buruk bagi Libya.
"Kami harus terus mencari peluang-peluang untuk mencapai solusi damai," kata Medvedev yang negaranya akan menjadi tuan rumah menteri luar negeri kelompok Muamar Gaddafi pada Rabu untuk membahas cara-cara mengakhiri perang lima bulan di Libya.
"Kami harus terus mengupayakan kompromi. Pendapat saya tentang hal itu bisa dicapai --kompromi antara Benghazi dan Tripoli, antara pemberontak dan kalangan Gaddafi--," katanya dalam jumpa pers bersama dengan Kanselir Jerman Angela Merkel.
Rusia telah menyerukan Gaddafi mengundurkan diri tapi mengeritik militer dan dukungan diplomatik Barat bagi pemberontak.
"Fase aktif suatu perang saudara telah mulai dan kekuatan-kekuatan berbeda mendukung pihak-pihak yang bertikai dan ini tidak sangat bagus. Ini buruk bagi Libya," kata Medvedev.
Ia menambahkan bahwa Rusia berusaha untuk mencari solusi damai.
Utusan Medvedev telah bertemu dengan pejabat-pejabat pemerintah di Tripoli dan pemberontak di Benghazi dan Menlu Sergei Lavrov dijadwalkan bertemu dengan rekan sejawatnya dari Libya Abdelati Obeidi di Moskow pada Rabu, kata kementerian itu dalam pernyataan di Twitternya.
Lavrov pada Senin menuding Amerika Serikat dan negara-negara lain yang telah mengakui kubu pemberontak dalam Dewan Transisi Nasional sebagai pemerintahan Libya yang sah melakukan satu "kebijakan isolasi".
Rusia abstain dalam pemungutan suara bagi resolusi Dewan Keamanan PBB Maret yang memberi mandat aksi militer tetapi telah menuduh anggota NATO yang melakukan serangan udara bertindak melebihi mandat yang diberikan untuk memberlakukan zona larangan terbang dan melindungi warga sipil.
Medvedev mengulangi penentangan Rusia atas resolusi PBB apa pun yang mengutuk pemerintahan Presiden Suriah Bashar Assad dalam menumpas aksi protes dengan kekerasan. Presiden itu mengatakan Moskow mengambil pelajaran dari Libya.
"Kami sungguh tak ingin situasi di Suriah berkembang menurut skenario Libya," katanya. "Kami tak ingin suatu resolusi muncul yang kemudian dimanipulasi dan dikibarkan seperti satu selebaran yang mengatakan, "Ada resolusi yang menyatakan Assad buruk dan kami akan menutup langit." Kemudian berdasarkan langit yang ditutup, aksi militer mulai dilakukan."
"Kami harus terus mencari peluang-peluang untuk mencapai solusi damai," kata Medvedev yang negaranya akan menjadi tuan rumah menteri luar negeri kelompok Muamar Gaddafi pada Rabu untuk membahas cara-cara mengakhiri perang lima bulan di Libya.
"Kami harus terus mengupayakan kompromi. Pendapat saya tentang hal itu bisa dicapai --kompromi antara Benghazi dan Tripoli, antara pemberontak dan kalangan Gaddafi--," katanya dalam jumpa pers bersama dengan Kanselir Jerman Angela Merkel.
Rusia telah menyerukan Gaddafi mengundurkan diri tapi mengeritik militer dan dukungan diplomatik Barat bagi pemberontak.
"Fase aktif suatu perang saudara telah mulai dan kekuatan-kekuatan berbeda mendukung pihak-pihak yang bertikai dan ini tidak sangat bagus. Ini buruk bagi Libya," kata Medvedev.
Ia menambahkan bahwa Rusia berusaha untuk mencari solusi damai.
Utusan Medvedev telah bertemu dengan pejabat-pejabat pemerintah di Tripoli dan pemberontak di Benghazi dan Menlu Sergei Lavrov dijadwalkan bertemu dengan rekan sejawatnya dari Libya Abdelati Obeidi di Moskow pada Rabu, kata kementerian itu dalam pernyataan di Twitternya.
Lavrov pada Senin menuding Amerika Serikat dan negara-negara lain yang telah mengakui kubu pemberontak dalam Dewan Transisi Nasional sebagai pemerintahan Libya yang sah melakukan satu "kebijakan isolasi".
Rusia abstain dalam pemungutan suara bagi resolusi Dewan Keamanan PBB Maret yang memberi mandat aksi militer tetapi telah menuduh anggota NATO yang melakukan serangan udara bertindak melebihi mandat yang diberikan untuk memberlakukan zona larangan terbang dan melindungi warga sipil.
Medvedev mengulangi penentangan Rusia atas resolusi PBB apa pun yang mengutuk pemerintahan Presiden Suriah Bashar Assad dalam menumpas aksi protes dengan kekerasan. Presiden itu mengatakan Moskow mengambil pelajaran dari Libya.
"Kami sungguh tak ingin situasi di Suriah berkembang menurut skenario Libya," katanya. "Kami tak ingin suatu resolusi muncul yang kemudian dimanipulasi dan dikibarkan seperti satu selebaran yang mengatakan, "Ada resolusi yang menyatakan Assad buruk dan kami akan menutup langit." Kemudian berdasarkan langit yang ditutup, aksi militer mulai dilakukan."