Mantan Wagub Bali didakwa terlibat tindak pidana pencucian uang

Mantan Wagub Bali didakwa terlibat tindak pidana pencucian uang

Mantan Wakil Gubernur Bali, I Ketut Sudikerta, dalam persidangan perdana dengan kasus dugaan tindak pidana pencucian iang (TPPU) di Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis (12/9/2019). ANTARA/Ayu Khania Pranisitha/2019

Denpasar (ANTARA) - Mantan Wakil Gubernur Bali I Ketut Sudikerta didakwa terlibat kasus dugaan tindak pidana pencucian uang dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis.

"Bahwa telah menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Eddy Arta Wijaya bersama Jaksa I Ketut Sujaya dan Jaksa Martinus T Suluh.

Sudikerta didakwa melanggar pasal 3 UU RI Nomot 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Sudikerta juga didakwa dalam tiga pasal bersama dua terdakwa lainnya, yaitu I Wayan Wakil dan Anak Agung Ngurah Agung (berkas terpisah) yang diatur dan diancam sebagaimana dimaksud dalam beberapa pasal, diantaranya pasal 378 KUHP, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Lalu pasal 132 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dalam dakwaan kedua serta dalam dakwaan ketiga, perbuatan para terdakwa diancam dengan pasal 263 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga: Mantan Wagub Bali ditahan
Baca juga: Polda tangkap mantan Wagub Bali I Ketut Sudikerta

Menurut Eddy, peristiwa terjadi pada Januari 2013 bahwa saksi korban Alim Markus bersama I Wayan Santosa menemui terdakwa Sudikerta yang saat itu menjabat sebagai Wakil Bupati Badung.

Saat itu, saksi korban menyampaikan keinginannya untuk berinvestasi di Bali dan I Ketut Sudikerta menyampaikan ia memiliki tanah seluas 38.650 meter persegi (m2) atas nama Pura Luhur/Jurit Uluwatu Pecatu dan 3.300 m2 atas nama I Wayan Wakil di daerah Balangan. Terdakwa menawarkan kepada saksi korban berinvestasi.

Pertemuan berlanjut pada awal Juni 2013 di sebuah rumah makan di Jalan Drupadi, Denpasar. Yerdakwa I Ketut Sudikerta bertemu Alim Markus, Henry Kaunang dan I Wayan Santoso membicarakan tanah di Balangan dan memastikan tanah itu tidak ada sengketa.

Pada akhir Juni 2013, di salah satu hotel di Surabaya, terdakwa I Ketut Sudikerta bertemu dengan saksi korban, Henry Kaunang dan I Wayan Santoso untuk membicarakan soal tanah. Terdakwa mengakui dua bidang tanah itu adalah miliknya.

Selain itu untuk keabsahan kepemilikan nantinya memakai nama PT Pecatu Bangun Gemilang yang diwakili oleh istrinya, Ida Ayu Ketut Sri Sumiatini sebagai komisaris utama. Pertemuan dilakukan sebanyak enam kali di tempat yang berbeda.

Jaksa I Ketut Sujaya menjelaskan pada pertemuan di bulan Agustus 2013 di Kantor Maspion, Surabaya terdakwa Sudikerta bertemu dengan Alim Markus, I Wayan Wakil, Gunawan Priambodo, Sugiarto, Henry Kaunang dan I Wayan Santoso. Pertemuan itu membicarakan perihal kesepakatan harga tanah di Balangan, per satu meter persegi seharga Rp6,5 Juta.

Sujaya mengungkapkan pada Desember 2013 dibuat Akta Perjanjian Nomor 37 dan Akta Pendirian Perseroan Terbatas Marindo Gemilang Nomor 38. Dalam akta pendirian PT Marindo Gemilanh disepakati kepemilikan saham, yaitu Alim Markus sebesar 55 persen, yaitu sekitar Rp149.971.250.000 dan kepemilikan saham PT Pecatu Bangun Gemilang sebesar 45 persen yaitu Rp122.703.750.000.

Lalu bertempat di Notaris Ketut Neli Asih, terdakwa I Ketut Sudikerta telah melakukan pelepasan hak atas dua bidang tanah itu. Lalu tanah seluas 38.650 .2 dilepaskannya hak Anak Agung Ngurah Agung selaku kuasa dari Pengempon Pura Luhur Uluwatu Juri Puri Jambe Celagi Gendong dan tanah seluas 3.300 oleh I Wayan Wakil.

Baca juga: Polda Bali cekal mantan Wakil Gubernur Bali Sudikerta
Baca juga: Polisi tangkap Ketua Kadin Bali di Jakarta

Dalam hal ini terdakwa Sudikerta bertindak sebagai beneficial ownership atau penerima manfaat, yaitu orang perseorangan yang memiliki kemampuan walaupun secara hukum namanya tidak tercantum dalam legal dokumen perusahaan.

Walaupun secara hukum namanya tidak tercantum dalam legal dokumen perusahaan sebagai pemegang saham ataupun pengurus perusahaan, namun memegang kendali atas jalannya PT Pecatu Bangun Gemilang dan menerima aliran dana dan mengendalikan transaksi keuangan di PT Pecatu Bangun Gemilang.

JPU melanjutkan bahwa setelah dilakukan pelepasan hak atas kedua bidang tanah Alim Markus melakukan pembayaran sesuai dengan kesepakatan. Pembayaran pertama sebesar Rp59.998.000.000 dan pembayaran kedua sebesar Rp89.982.750.000 yang kemudian ditransfer ke rekening PT Pecatu Bangun Gemilang.

"Selanjutnya pada Desember 2013 saksi Gunawan Priambodo selaku Direktur Utama PT Pecatu Bangun Gemilang menandatangani cek sebanyak empat lembar dan juga melakukan pencairan sejumlah dana Rp30iliar sebagai setor modal saham PT Pecatu Bangun Gemilang dan juga pembayaran pajak di Notaris I Ketut Nelly sebanyak Rp1.932.500.000," kata JPU.

JPU menerangkan bahwa untuk pencairan cek, selanjutnya saksi Gunawan Priambodo tidak pernah menandatangani atau mencairkan dana lagi. Seluruh Cek dan Bilyet Giro dikuasai oleh terdakwa I Ketut Sudikerta.

Dana yang tersimpan dalam rekening PT Pecatu Bangun Gemilang, terdakwa gunakan dengan memberikan ke berbagai pihak penerima.

Aliran dana berupa tarikan tunai untuk dibagikan ke berbagai pihak dan beberapa nama yang masuk dalam daftar terdakwa. Salah satunya I Wayan Wakil dimulai pada 24 Desember 2013 hingga pada 26 Mei 2014 dengan jumlah 50 kali tarikan tunai.

"Kemudian, terdakwa memerintahkan saksi Ida Bagus Herry Trisna Yuda membuat rekening penampungan uang sebesar Rp85.011.057.020,38 atas nama Ida Bagus Herry Trisna Yuda yang diterima dari rekening PT Pecatu Bangun Gemilang pada salah satu Bank cabang utama Kuta yang ditutup pada 28 Mei 2014," kata JPU.

Dari 28 Mei 2014, hingga 8 Desember 2014 terjadi 23 kali pencairan dana dengan tujuan ke beberapa pihak. Salah satunya Ajudan Sudikerta dan istri terdakwa beserta beberapa pihak lainnya.

Kemudian aliran uang terdakwa Sudikerta juga digunakan untuk membeli barang tidak bergerak dan bergerak yang telah dilakukan penyitaan.

JPU menjelaskan bahwa perbuatan terdakwa Sudikerta telah memenuhi tahapan-tahapan pencucian uang, diantaranya penempatan. Dalam hal ini usaha dalam menempatkan uang tunai yang berasal dari tindak pidana ke dalam sistem keuangan atau lembaga yang terkait dengan keuangan.

Pewarta :
Editor : Sri Muryono
COPYRIGHT © ANTARA 2024