Kupang (ANTARA) - Pengamat hukum tata negara dari Universitas Negeri Nusa Cendana (Undana) Kupang, Dr Johanes Tuba Helan, Mhum mengatakan, posisi jaksa agung adalah karir dan bukan jabatan politik.

"Bukan jabatan politik. Jaksa agung, Kapolri adalah jabatan karir, hanya di Indonesia saja yang dijadikan sebagai jabatan politik," kata Johanes Tuba Helan kepada Antara di Kupang, Selasa, terkait perdebatan soal jabatan Jaksa Agung.

Politisi Nasional Demokrat (Nasdem) Teuku Taufiqulhadi sempat menyatakan bahwa jaksa agung adalah jabatan politik dan berminat mengambil posisi tersebut.

Sementara Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto merespons keras dan menegaskan bahwa jaksa agung bukan jabatan politik dan seharusnya diisi oleh kalangan internal Kejaksaan, bukan dari kader partai.

Baca juga: Pengamat sarankan jaksa agung dari kalangan profesional
Baca juga: Peneliti: Jaksa agung seharusnya jangan terafiiasi parpol
Baca juga: Analis mengusulkan jaksa agung dari profesional bukan dari parpol


Mantan Kepala Ombudsman Perwakilan NTB-NTT itu mengatakan, hanya di Indonesia, jabatan jaksa agung dijadikan sebagai jabatan politik sehingga bisa dijadikan sebagai alat untuk melindungi kepentingan partai.

Menurut teori trias politika, kekuasaan dibagi dalam tiga, yakni legislatif, eksekutif dan yudikatif.

Kekuasaan legislatif dan eksekutif adalah jabatan politik, sedangkan kekuasaan yudikatif (Kepolisian, Kejaksaan dan pengadilan) adalah jabatan karir atau profesional yang tidak terkait dengan politik, katanya.

Karena itu, posisi jaksa agung seharusnya diisi oleh orang profesional hukum, yang sama sekali jauh dari adanya intervensi politik.
 

Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019