Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengusulkan pembentukan Dewan Penyadapan yang nanti diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyadapan yang saat ini menjadi usul inisiatif DPR RI.

"Harus ada dewan ya, dimana-mana penyadapan itu dikoordinasikan melalui Dewan Penyadapan. Dewan Penyadapan itu yang nantinya memutuskan mana yang boleh disadap, mana yang tidak boleh disadap, dan yang disadap itu mana yang boleh diajukan untuk jadi contoh dan dibawa ke ruang sidang," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.

Baca juga: Baleg DPR: Usulan RUU Penyadapan tidak akan pangkas kewenangan KPK

Dia menjelaskan kalau penyadapan tidak ditangani oleh sebuah dewan maka langkah penyadapan terhadap seorang yang seharusnya ada batasannya, bisa melebar kemana-mana.

Fahri mencontohkan seorang terkena kasus lalu penyadapan yang dilakukan dari A-Z lalu ditemukan barang bukti baru dan disebut sebagai pengembangan

"Misalnya kasus T lalu yang disadap A-Z maka ditemukan barang bukti baru dan disebut sebagai pengembangan, kan tidak boleh seperti itu. Semua orang kalau disadap dari pagi hingga malam pasti ditemukan (kasusnya) termasuk orang KPK kalau disadap," ujarnya.

Baca juga: Komnas HAM meminta DPR pastikan RUU Penyadapan tidak menerobos HAM

Fahri mengatakan kalau dalam RUU Penyadapan akan dibuat mekanisme penyadapan maka harus dibuat lembaga independen seperti yang disebutkannya.

Dia berharap ketika ada lembaga independen tersebut, maka semua lembaga yang melakukan penyadapan maka berkoordinasi dengan lembaga tersebut.

Baca juga: RUU Penyadapan baru usul, belum final

"Kita bisa gunakan lembaga yang sudah ada misalnya BPK, yang juga punya kemampuan audit, namun kalau mau buat lembaga baru dengan tugas khusus soal penyadapan tidak masalah. Kita juga punya Kominfo yang bisa jadi penanggung jawab dan lembaga-lembaga yang tugasnya mengkalibrasi sistem komunikasi kota agar tidak bocor," katanya.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019