Jakarta (ANTARA) - Tim penyidik KPK tidak menyita apa pun dari penggeledahan di rumah pribadi Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita dalam perkara dugaan penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dengan tersangka anggota Komisi VI DPR RI BSP.

"Tidak ada yang disita dari lokasi penggeledahan rumah Mendag tersebut. Kami tidak melakukan penyitaan karena barang atau benda yang ada di rumah tersebut tidak terkait dengan pokok perkara sejauh ini sehingga secara 'fair' penyidik tidak melakukan penyitaan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis.

Petugas KPK melakukan penggeledahan di rumah pribadi Mendag Enggartiasto Lukita di kawasan Jakarta Selatan pada Selasa (30/4).

"Penyidik bergerak ke beberapa tempat dalam beberapa hari kemarin untuk menelusuri bukti dan informasi yang relevan termasuk dari kegiatan penggeledahan di rumah Mendag pada Selasa (30/4) sore kemarin," ungkap Febri.

Sebelumnya pada Senin (29/4), KPK menggeledah ruang kerja Mendag di gedung Kementerian Perdagangan dan mengamankan sejumlah dokumen terkait perdagangan gula.

"Dokumen-dokumen dan barang bukti elektronik yang sudah didapatkan dari kantor Kemendag sebelumnya sedang dipelajari dan nanti akan diklarifikasi pada pemeriksaan saksi-saksi sesuai kebutuhan penyidikan," tambah Febri.

Penasihat hukum BSP, Saut Edward, sebelumnya menyebutkan bahwa sumber uang yang berada dalam amplop untuk digunakan BSP untuk "serangan fajar" pada Pemilu 2019 berasal dari salah satu menteri di Kabinet Kerja.

"Penggeledahan ini merupakan bagian dari proses verifikasi beberapa informasi yang berkembang di penyidikan, terutama terkait sumber dana gratifikasi yang diduga diterima BSP," tambah Febri.

KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus tersebut, yakni anggota Komisi VI DPR RI BSP, IND dari unsur swasta, dan Marketing Manager PT HTK AWI.

KPK telah mengamankan 82 kardus dan dua boks kontainer yang berisikan sekitar 400 ribu amplop berisi uang yang diduga dipersiapkan oleh BSP tersebut.

Dari 82 kardus dan dua boks kontainer itu, terdapat uang sekitar Rp8 miliar dalam pecahan Rp20 ribu dan Rp50 ribu yang telah dimasukkan dalam amplop-amplop tersebut.

Uang tersebut diduga terkait pencalonan BSP sebagai anggota DPR RI di Daerah Pemilihan Jawa Tengah II yang meliputi Kabupaten Kudus, Kabupaten Jepara, dan Kabupaten Demak.

Selain itu, BSP juga mengaku diperintahkan secara langsung oleh Kepala BNP3TKI Nusron Wahid menyiapkan 400 ribu amplop untuk digunakan dalam "serangan fajar" itu.

Dalam perkara ini, BSP diduga telah menerima suap sebesar Rp310 juta dan 85.130 dolar AS atau sekitar Rp1,2 miliar dari Marketing Manajer PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK), AWI.

Suap ini diberikan karena BSP membantu PT HTK mendapatkan kembali kontrak kerja sama dengan PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) untuk mendistribusikan pupuk yang diproduksi PT Pupuk Indonesia. Selain dari PT HTK yang merupakan cucu perusahaan Humpuss Grup, BSP juga diduga telah menerima suap dan gratifikasi dari sejumlah pihak lain yang totalnya mencapai Rp8 miliar.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019