Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat, Hinca Panjaitan, menegaskan, negara harus bertanggung jawab atas meninggalnya puluhan petugas selama penyelenggaraan Pemilu 2019.

"Negara tidak boleh abai, karena negara wajib bertanggung jawab atas hal ini," kata dia, saat mengunjungi Kantor KPU, di Jakarta, Selasa.

Pada Pemilu 2019 kali ini, paling tidak 91 petugas KPPS/PPS di 19 provinsi meregang nyawa karena kelelahan. Jumlah itu masih harus ditambah dengan polisi-polisi yang juga kehilangan nyawa dalam tugas mengamankan Pemilu 2019. Selain mereka, juga ada lebih dari 370 petugas KPPS/PPS yang dirawat di rumah sakit, dan yang bunuh diri ataupun mencoba bunuh diri.

Petugas di lebih dari 800.000 TPS dan tingkat di atasnya harus bekerja jauh lebih berat kali ini, karena Pemilu 2019 berjalan dengan cara dan mekanisme yang lebih rumit ketimbang yang telah terjadi selama ini. Mereka bekerja lebih dari 24 jam secara terus-menerus pada hari pencoblosan, pun saat penghitungan suara dan rekapitulasi penghitungan hingga berhari-hari kemudian.

Menurut Panjaitan, kebanyakan orang lupa bahwa para penyelenggara Pemilu di lapangan lebih bekerja keras jika dibandingkan mereka yang berkampanye saat Pemilu.

Ia pun menganalogikan ibarat suatu pesta pernikahan maka pekerjaan paling berat itu terletak di bagian dapur karena memasak berbagai jenis makanan untuk kebutuhan tamu dan undangan.

"KPU dan negara harus bertanggung jawab mencarikan jalan keluar termasuk asuransi dan santunan bagi pahlawan demokrasi," kata dia.

Kemarin, KPU menyatakan, jumlah petugas KPPS yang meninggal saat menjalankan tugas dalam Pemilu 2019 sebanyak 91 orang yang tersebar di 19 provinsi se-Indonesia.

Terkait mekanisme penyelenggaraan Pemilu 2019, Partai Demokrat setuju dengan wacana KPU untuk memisahkan Pemilu menjadi dua bagian, bukan seperti sekarang yang berjalan serentak antara Pemilu eksekutif (presiden-wakil presiden) dan Pemilu legislatif (DPD, DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota).

Menurut dia, Pemilu itu nanti terdiri dari dua jenis yang dilaksanakan tidak secara serentak. Yang pertama Pemilu untuk tingkat nasional guna memilih presiden dan wakil presiden, DPR, dan DPD. Sedangkan Pemilu yang kedua untuk menentukan DPR tingkat provinsi, DPR tingkat kota dan kabupaten, serta pemilihan kepala daerah.

Sistem Pemilu di Indonesia mengharuskan kandidat eksekutif tingkat nasional harus diusung partai-partai politik, sehingga kehadiran kader-kader partai politik di badan legislatif merupakan suatu keharusan.

Menurut Panjaitan, penggabungan Pemilu secara serentak seperti pada 2019 ini menimbulkan beberapa dampak lain seperti masyarakat hanya terfokus pada Pilpres saja, sedangkan Pileg cenderung terabaikan.

Pewarta: Ade P Marboen dan Muhammad Zulfikar
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019