Jakarta (ANTARA News) - Usulan Jaksa Agung HM Prasetyo agar pelanggaran HAM berat diselesaikan melalui jalur nonyudisial karena sulitnya pembuktian dinilai politis.

"Sisi politik Jaksa Agung yang harusnya tidak boleh berpolitik dalam konteks penegakan hukum adalah menyarankan kasus-kasus tersebut menjadi kasus nonyudisial," kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, pernyataan politis seperti usulan penyelesaian pelanggaran HAM berat dengan jalur nonyudisial tidak semestinya dilontarkan Jaksa Agung.

Sebagai penyidik, Jaksa Agung seharusnya membicarakan hal teknis menyangkut kasus pelanggaran HAM berat, bukan justru mendorong penyelesaian jalur nonyudisial.

Baca juga: Jaksa Agung sebutkan sejumlah hambatan penanganan pelanggaran HAM berat

Terkait pernyataan HM Prasetyo soal pengembalian sembilan berkas kasus pelanggaran HAM berat kepada Komnas HAM karena masih ada petunjuk yang belum dilengkapi, Anam menyebut seharusnya Jaksa Agung mengeluarkan surat perintah penyidik.

"Kalau memang kami dikasih petunjuk beberapa menjadi kewenangan penyidik, seharusnya Jaksa Agung mengeluarkan surat perintah penyidik bukan petunjuk, itu ada di UU 26," kata Anam.

Sementara ia mengaku tidak terdapat pembicaraan apa pun antara Jaksa Agung dengan Komnas HAM dalam koridor komunikasi relasi penegakan hukum.

Jaksa Agung menyebut terdapat hambatan yang dihadapi dalam penanganan pelanggaran HAM berat, seperti rentang waktu yang sudah sangat lama.

Kendala lain yang dihadapi, kata dia, adalah tidak adanya pengadilan HAM Ad Hoc untuk kasus pelanggaran HAM.

"Mengenai kasus itu harus dulu dibentuk pengadilan ad hoc, sekarang juga belum ada. Kendala struktural begitu bukan karena kami enggan atau apa. Apalagi membangkang tidak ada," kata Prasetyo.

Baca juga: Komnas HAM beri catatan atas pengembalian berkas

Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2019