Dulu selalu macet parah sampai satu kilometer. Kalau sudah begitu bisa 3-4 kali berhenti di lampu merah. Sekarang udah lancar
Banda Aceh (ANTARA News) -  Warga Kota Banda Aceh menyambut baik jalan layang (flyover) Simpang Surabaya dan terowongan (underpass) Kuta Alam-Beurawe yang rampung dibangun pada Oktober 2018.

Seorang warga Kota Banda Aceh, Nabil, mengaku kehadiran dua proyek di Kota Banda Aceh ini cukup membantu mengurangi kemacetan yang kerap terjadi di dua lokasi tersebut saat jam-jam berangkat atau pulang kerja dan sekolah, terutama di Simpang Surabaya yang langsung tersambung ke Jalan Lintas Timur Sumatera.

"Dulu selalu macet parah sampai satu kilometer. Kalau sudah begitu bisa 3-4 kali berhenti di lampu merah. Sekarang udah lancar," kata Nabil di Banda Aceh, Sabtu (15/12).

Hal itu dibenarkan Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR Sugiyartanto yang juga mengatakan kedua infrastruktur itu bisa memberikan pengurangan waktu dan biaya operasional transportasi masyarakat sehari-hari dengan cukup signifikan.

"Sebelum ada ini, rasio kepadatan dan kapasitas jalan sudah mencapai 0,7 artinya sangat padat. Tapi dengan adanya infrastruktur ini sekarang rasionya berkurang signifikan jadi 0,3," tutur Sugiyartanto.

Pembangunan flyover Simpang Surabaya dan underpass Beurawe, dilakukan oleh PT Jaya Konstruksi Tbk dan PT Brantas Abipraya (Persero) KSO dengan nilai kontrak Rp250,1 miliar. Pembangunan telah dilakukan sejak 21 Desember 2015 dan selesai pada awal bulan 25 Oktober 2018.

Untuk flyover Simpang Surabaya memiliki panjang 881 meter dan lebar 16,5 meter dengan empat lajur dua arah. Sementara underpass Beurawe memiliki panjang 202 meter dan lebar 10,4 meter dengan dua lajur dua arah.

Jalan layang Simpang Surabaya terletak pada poros utama Lintas Timur Sumatera yang menghubungkan pusat Kota Banda Aceh dengan Sigli, Lhokseumawe hingga Medan.
 
Suasana Underpass Beurawe, Banda Aceh, malam hari. (Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) I Banda Aceh)


Meski sudah rampung sejak bulan Oktober 2018, kedua infrastruktur ini baru diresmikan pada Jumat (14/12) bersama grounbreaking pembangunan Jalan Tol dari Banda Aceh ke Sigli sepanjang 74 kilometer, peresmian Masjid At-Taqarub, dan peresmian rencana KEK Arun Lhokseumawe.

Masjid At-Taqarub sebelumnya sempat rusak pascagempa mengguncang Aceh pada 7 Desember 2016.

Selain masjid, gempa juga meluluhlantakkan 20 sekolah di Kabupaten Pidie Jaya dan Bireuen, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Aziziyah, Pasar Ule Glee dan Fasilitas Kesehatan RSUD Kabupaten Pidie Jaya.

Pembangunan Masjid At-Taqarub dikerjakan Direktorat Jenderal Cipta Karya dan telah selesai pada Ramadhan 2018.

Masjid dibangun di atas tanah seluas 4.635 meter persegi sebanyak dua lantai dilengkapi fasilitas ruang wudhu pria dan wanita, perpustakaan, kantor sekretariat, ruang imam, ruang bilal, ruang rapat dan dapat menampung 2.000 jamaah.

Sementara KEK Arun sebagaimana dilansir dari laman Dewan Nasional KEK, ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2017.

KEK ini akan fokus pada beberapa sektor yaitu energi, petrokimia, agro industri pendukung ketahanan pangan, logistik serta industri penghasil kertas kraft.

Selain itu, KEK Arun berpotensi menjadi salah satu ekosistem perairan yang kaya dan produktif dan memungkinkan menjadi basis pengembangan industri perikanan tangkap.

Dengan potensi yang dimiliki, KEK Arun juga akan menjadi kawasan basis industri pertanian dengan dukungan komoditas unggulan seperti sawit, kopi, kakao, karet, kelapa, minyak atsiri dan lain-lain. 

Baca juga: Pemerintah Aceh yakini pembangunan jalan tol percepat perekonomian masyarakat

Baca juga: Presiden katakan Tol Lampung-Aceh tersambung 2024


 

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2018