Situbondo (ANTARA News) - Mendorong dan mengedukasi petani kopi di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, menjadi kewajiban pemerintah daerah agar geliat perkopian terus berkembang.

Dorongan pemerintah daerah sangat dibutuhkan oleh para petani kopi, mulai dari dukungan dalam pengembangan perkopian di hulu hingga hilir.

Sejauh ini, beberapa tahun terakhir pemerintah daerah setempat memang telah banyak menggelar sejumlah kegiatan, seperti festival kopi untuk mempromosikan kopi arabika khas Situbondo, yakni Kopi Arabika Kayumas.

Namun, dorongan pemerintah daerah kepada petani kopi diharapkan berkesinambungan, agar tidak terkesan setengah hati dan geliat perkopian di Kabupaten Situbondo dinilai maju mundur.

Didik Suryadi, Ketua Kelompok Tani Sejahtera di Desa Kayumas, Kecamatan Arjasa menyampaikan bahwa geliat perkopian di Situbondo dari hulu hingga hilir sudah cukup bagus dan berkembang.

Namun, promosi kopi khas Situbondo, yakni kopi Arabika Kayumas dirasa masih kurang, padahal kopi Arabika Kayumas merupakan kopi yang sudah dikenal memiliki rasa yang khas sejak zaman Kolonial Belanda.

"Beberapa tahun lalu, pemerintah daerah gencar mempromosikan kopi Arabika Kayumas, dengan menggelar berbagai kegiatan-kegiatan termasuk festival kopi. Namun, saat ini geliat perkopian kembali mengendor," kata Didik selaku petani kopi sekaligus pemilik Kedai Kopi Kayumas Situbondo.

Petani kopi tidak memungkiri dukungan pemerintah daerah yang telah membantu pengembangan kopi rakyat khususnya di Desa Kayumas. Namun, pemerintah kabupaten juga perlu membantu petani kopi dalam hal pemasarannya.

Karena selama ini, petani kopi hanya menjual kopi dalam bentuk gelondongan, HS (green been) atau dalam bentuk biji keluar kota dan bahkan ekspor. Sedangkan ekspor kopi, akan lebih menguntungkan eksportir bila dibandingkan keuntungan yang didapat petani.

Oleh karenanya, agar supaya petani kopi mendapatkan keuntungan tambahan, pemerintah daerah setempat perlu mendorong dan mengedukasi petani menjual kopi dalam bentuk seduhan atau olahan.

"Beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait memang perlu ada kolaborasi untuk menggeliatkan perkopian di Situbondo," tutur Didik.

OPD yang perlu berkolaborasi diantaranya, Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan sebagai dinas yang dapat mengedukasi budi daya kopi, Dinas Perdagangan dan Perindustrian terkait dengan produksi kopi dan Dinas Koperasi dan Usaha Mikro mendorong semakin berkembangnya pelaku UMKM serta Dinas Pariwisata mendukung wisata tentang perkebunan kopi arabika Kayumas.

"Yang paling penting untuk menggeliatkan perkopian di Situbondo perlu menggenjot promosi kopi arabika Kayumas. Jika, tidak maksimal dalam promosi, pastinya akan ketinggalan.

Terkait dengan potensi pengembangan perkebunan kopi arabika di Desa Kayumas, masih banyak lahan dan bahkan luasannya mencapai ribuan hektare.

Selama ini, luasan kebun kopi rakyat yang berada di bawah tegakan tercatat sebanyak sekitar 1.500 hektare yang dikelola oleh sejumlah kelompok tani.

"Kalau benar-benar dikembangkan lagi, masih ada lahan ribuan hektare di Desa Kayumas," katanya.

Sebagai bentuk dorongan dan mempromosikan kopi Arabika Kayumas, Pemerintah Kabupaten Situbondo, telah beberapa waktu lalu menggelar "Festival Kopi Kayumas Juara Dunia" dalam rangka lebih pada memperkenalkan dan mempromosikan potensi kopi khas Kayumas sebagai komoditas kopi unggulan.

Meskipun lahan perkebunan kopi di Situbondo tidak seluas di Kabupaten Bondowoso, tetapi pemerintah setempat mengambil dari sisi lain, yakni kualitas kopinya yang sudah teruji dari rasanya juara dunia.

Kualitas kopi asal Desa Kayumas, Kecamatan Arjasa, teruji juara dunia untuk kategori kualitas rasanya. Pemerintah daerah berharap dapat memacu para petani kopi rakyat, khususnya, agar memperlakukan kopinya secara organik.

Menurut Bupati Situbondo Dadang Wigiarto, di Desa Kayumas, sampai saat ini tercatat ada sekitar 1.200 hektare (ha) kebun kopi arabika yang sedang dalam proses pemeliharaan organik murni dan dibantu oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

Kalau perlakuan tanaman kopi secara organik berhasil, kata Dadang, tentunya kualitas kopinya akan tetap terjaga, sehingga yang disebut kopi Kayumas juara dunia tidak hanya setahun dua tahun saja, tetapi yang diharapkan kualitas kopi tetap dipertahankan.

Dengan digelarnya festival kopi, selain sebagai ajang mempromosikan kopi arabika khas Situbonda juga untuk pemilihan "ratu kopi" yang dapat mengakomodir anak-anak muda agar belajar tentang kopi termasuk juga menjadi barista atau meracik kopi.

Seluas 41,8 hektare lahan tanaman kopi arabika di Desa Kayumas, telah bersertifikat organik setelah kelompok tani kopi setempat mengajukan ke Lembaga Sertifikasi Organik Seloliman (LeSOS).

"Kelompok tani kopi yang mendapatkan sertifikat organik di Desa Kayumas, Kecamatan Arjasa, baru satu kelompok saja dengan luasan atau hamparan tanaman kopi 41,8 hektare," kata Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Situbondo Farid Kuntadi.

Areal tanaman kopi rakyat yang mendapatkan sertifikat organik dan letak geografisnya berada di ketinggian di atas 800 meter dari permukaan laut (mdpl) itu, saat ini diperlakukan secara alami (organik) mulai dari pupuk organik dan perawatan juga alami mulai tanam hingga pascapanen.

Sedangkan produksi kopi arabika organik di lahan tersebut bisa mencapai 6-8 kuintal per hektare, bahkan bisa lebih, tergantung dari perawatannya.

Sebenarnya, luasan tanaman kopi rakyat di Desa Kayumas cukup lumayan, namun untuk sementara kemampuan pemerintah mengajukan dan mendapatkan sertifikat organik ke Lembaga Sertifikasi Organik Seloliman baru seluas 41,8 hektare.

Sampai saat ini Pemerintah Kabupaten Situbondo sedang mengembangkan perluasan tanaman kopi arabika dan robusta di Kecamatan Sumbermalang dan Jatibanteng.

Di daerah pegunungan wilayah barat seperti Kecamatan Sumbermalang, saat ini juga telah dikembangkan tanaman kopi arabika maupun robusta yang luasannya sementara ini sekitar 150 hektare.*



Baca juga: Kopi Arabika Kayumas ekspor perdana ke Amerika Serikat

Baca juga: Situbondo gelar "Festival Kopi Kayumas Juara Dunia"


 

Pewarta: Zumrotun Solichah dan Zumrotun
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018