Jakarta (ANTARA News) - Air mata Siti Sholeha Sari (17) tumpah tetes demi tetes saat mengingat perjuangan memproduksi film bersama rekan-rekannya, sesama anak pulau, yang berjudul "Film Impian 1000 Pulau". 

Perempuan berjilbab dan masih duduk di kelas XII MAN 1 Kampus B Pulau Harapan, Kepulauan Seribu itu harus menahan cibiran orang-orang di sekitarnya selama 2,5 tahun. Sebagian besar dari mereka tak percaya anak pulau mampu memproduksi film. 

"Aku kasian kalau melihat teman-temanku menjual snack Kepulauan Seribu di Pulau Harapan, mereka pasti bilang "Pak, Bu, nanti sekalian ya nonton film kami. Pasti ditanggapinnya, "Emang filmnya jadi? Kan filmnya enggak bakal tayang. Suka sedih," tutur Sari sembari mengusap ujung pelupuk kedua matanya di Jakarta, Selasa.  

Cibiran itu bukan tanpa sebab. Menurut dia, masih ada stigma negatif dari sebagian orang pada kemampuan anak-anak di pulau untuk berkarya. Terlebih, ini adalah kali pertama dia dan rekan-rekannya memproduksi film.

Bukan hanya itu, tak ada sepeserpun rupiah sebagai imbalan menjadi masalah berikutnya. Rekan-rekan Sari yang dulu berjumlah 100 orang perlahan mundur. 

"Teman Sari yang tadinya 100 orang jadi 20. Dari 20 sekarang hanya 16 orang. Komunitas enggak dibayar. Sukarelawan kemanusiaan. Lalu, ini kan untuk pembangunan Kepulauan Seribu. Teman-teman bilang, kenapa kita harus ikut? Kan kerja harus dibayar. Mending jadi tour guide. Sehari dibayar Rp100 ribu," papar Sari. 

Di tengah cibiran, perlahan mereka memupuk asa. Bersama Napthali Ivan (20), mahasiswa jurusan film dari Institut Kesenian Jakarta (IKJ) dan Ernest Lesmana, Sari dan teman-temannya menyelesaikan satu adegan demi adegan. 

Ivan mengaku senang bisa berbagi pengetahuan pada anak-anak di Kepulauan Seribu. Dia bahkan terkesan pada antusiasme mereka untuk belajar. 

"Mereka kami jadikan teman sendiri. Sebenarnya enggak ada yang namanya mereka enggak tahu apa-apa. Mereka mau belajar. Gua sekalipun masih belajar, bukan seseorang yang pintar dalam hal produksi film," ujar dia yang didapuk sebagai sutradara film. 

Mengambil latar tempat di pulau Pramuka, Kelapa Dua dan Perak serta Bulat di Kepulauan Seribu, "Film Impian 1000 Pulau" bercerita tentang seorang anak nelayan bernama Galang (Karel Susanteo) yang ingin mengejar mimpi namun mendapat tentangan dari sang ayah (Rifnu Wikana). 

Pemandangan alam di Kepulauan Seribu beserta produk budaya masyarakatnya akan tersaji dalam film. 

Di sisi lain, Ivony Zakaria dari We Change, mengatakan produksi film ini tak hanya melibatkan sineas muda, tetapi juga pelaku usaha, akademisi dan tentu saja pemerintah. 

"Ada kolaborasi membulatkan tekad membangun Indonesia. Gerakan sifatnya gotong royong. Kenapa film sampai 2,5 tahun? Kami bantu menyiapkan, kalau film tayang, pariwisata naik, masyarakat harus siap, mulai dari kuliner, home stay, termasuk objek wisata di bawah laut," kata dia. 

Dia dan tim menargetkan jumlah penonton bisa mencapai film bisa 5 juta orang. Untuk itu, dia berencana mengadakan acara bertajuk 1 tiket 1 mangrove saat gala premiere film di 3 provinsi yakni DKI Jakarta (29 Oktober 2018), Jawa Barat (1 November)  dan Sulawesi Selatan (10 November). 

Trailer "Film Impian 1000 Pulau" sudah tayang. Sari yang setiap akhir pekan membantu ayahnya di keramba itu mengaku senang dan lega. Dia menanti orang-orang datang menonton karya dia dan rekan-rekannya. 

Baca juga: Demi makin cintai istri, Ahok lalui Jembatan Cinta

Baca juga: Warga Kepulauan Seribu membutuhkan transportasi antarpulau

 

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2018