Tidak pernah
Jakarta (ANTARA News) - Mantan anggota DPR dari fraksi Partai Golkar Markus Nari kembali membantah penerimaan Rp4 miliar terkait pengadaan KTP-Elektronik.

"Apakah ada pertemuan di Senayan dekat TVRI sekaligus penyerahan uang dari Sugiharto ke saudara sebesar Rp4 miliar?" tanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK Wawan Yunarwanto dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa.

"Tidak pernah," jawab Markus.
 
Markus menjadi saksi untuk dua terdakwa yaitu mantan Direktur Operasional PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi Cahyo yang juga keponakan Setnov serta pemilik OEM Investment Pte Ltd Made Oka Masagung. Keduanya didakwa menjadi perantara pemberian uang 7,3 juta dolar AS kepada Setnov dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi KTP-Elektronik.

"Apakah saudara pernah menerima 'fee' dari Irvanto terkait dengan KTP-el?" tanya jaksa Wawan.

"Tidak pernah," jawab Markus lagi.

Sugiharto adalah mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) pada Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri.

Dalam putusan Sugiharto disebut bahwa guna memperlancar pembahasan KTP-el dalam APBN-P tahun 2012, sekitar pertengahan Maret 2012 Ditjen Dukcapil saat itu Irman dimintai uang sejumlah Rp5 miliar oleh Markus Nari selaku anggota Komisi II DPR.

Untuk memenuhi permintaan tersebut, Irman memerintahkan Suharto untuk meminta uang tersebut kepada Direktur Utama PT Quadra Solution Anang S Sudiharjo yang merupakan anggota konsorsium PNRI pemenang pengadaan KTP-El. 

Atas permintaan itu, Anang hanya hanya memenuhi sejumlah Rp4 miliar yang diserahkan kepada Sugiharto di ruang kerjanya. Selanjutnya Sugiharto menyerahkan uang tersebut kepada Markus Nari di restoran Bebek Senayan, Jakarta Selatan.

"Saya kenal Irvanto saat AMPG (Angkatan Muda Partai Golkar) presentasi di DPR, lalu diperkenalkan masing-masing anggota, itu tahun 2016, di situ kita lihat (Irvanto)," ungkap Markus.

Markus yang duduk di Komisi II sekaligus badan anggaran (banggar) DPR pada 2011-2014 mengaku awalnya tidak setuju dengan proyek pengadaan KTP-E.

"Kami di Komisi II tidak setuju karena sosialisasi belum sampai ke daerah jadi kami katakan ke Pak Menteri (Dalam Negeri) ini 'Kami tidak setuju' setelah itu Pak Menteri mengatakan program ini akan jalan terkait target, November sudah selesai ternyata November tidak selesai juga," tambah Markus.

Markus Nari sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara KTP-E dengan sangkaan menghalang-halangi penyidikan pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pada penggeledahan 10 Mei 2017 lalu KPK menemukan barang bukti elektronik dan BAP Markus saat masih menjadi saksi dalam penyidikan KTP-E. Namun hingga saat ini ia belum ditahan dan penyidikannya masih berlangsung.

Hari ini, mantan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie alias Ical seharusnya juga dipanggil sebagai saksi namun Ical sedang berada di luar negeri sehingga tidak dapat menghadiri persidangan.

Baca juga: Markus Nari tersangka baru KTP elektronik

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2018