Manado (ANTARA News) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mendorong pemulihan psikologi korban gempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat, terutama perempuan dan anak-anak. 

"Kami tetap mendampingi korban-korban terutama perempuan dan anak-anak agar mereka bisa terhindar dari perasaan-perasaan yang menakutkan bahwa gempa ini adalah satu hal yang membuat mereka tidak tentram, kapan saja bisa muncul, di mana saja," kata Menteri PPPA Yohana Yembise, Manado, Sulawesi Utara,  Sabtu

Yohana berkunjung ke Manado dalam rangka menghadiri acara penyelaman massal terbanyak oleh penyelam perempuan dan pembentangan Bendera Merah Putih terpanjang di dalam laut. 

Pihaknya akan memfasilitasi pemulihan trauma pasca bencana (trauma healing) dan melakukan pendekatan psikologis kepada para korban melalui koordinasi dengan institusi terkait seperti Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan di daerah-daerah. 

"Kami berkomunikasi dengan kepala dinas yang ada di daerah-daerah, dinas yang menangani pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di tingkat provinsi sampai kabupaten dan kota. Kami tidak bisa dari pusat turun, paling kami hanya bisa koordinasi dengan mereka, dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak," ujarnya. 

Kementerian itu juga terus berkoordinasi dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak yang akan melakukan pemulihan trauma di daerah yang terdampak bencana.

"Trauma healing, pendampingan psikologis itu kami berikan, yang juga bagian dari tugas pokok dan fungsi kami, tapi tetap kami bekerja sama dengan unit-unit pelaksana daerah terkait," ujarnya.

Yohana menuturkan staf-stafnya telah terjun dan langsung memantau keadaan dan memberikan bantuan kepada oara korban gempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat dan sekitarnya. 

"Staf kami sudah di sana (Lombok) dan saya akan pergi rencana tanggal 20 Agustus 2018 untuk sekaligus menunjukkan rasa empati, simpati saya kepada masyarakat yang ada di Lombok termasuk lebih khusus perempuan dan anak," ujarnya. 

Kordinasi tersebut misalnya dengan Dinas Sosial untuk rehabilitasi sosial, dan dengan Kementerian Pendidikan san Kebudayaan untuk masalah pendidikan anak.

"Walaupun dengan keadaan seperti itu anak-anak itu kan harus tetap bersekolah hak-hak mereka, tumbuh kembang mereka termasuk perlindungan khusus terhadap mereka tetap harus ada," ujarnya. 

Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengungkapkan hingga Sabtu (11/8) tercatat 387 orang meninggal dunia dengan  sebaran 334 orang di Kabupaten Lombok Utara, 30 orang di Lombok Barat, 10 orang di Lombok Timur, sembilan orang di Kota Mataram, dua orang di Lombok Tengah dan dua orang di Kota Denpasar. 

BNPB memperkirakan jumlah korban meninggal akan terus bertambah karena masih ada korban yang diduga tertimbun longsor dan bangunan roboh, dan adanya korban meninggal yang belum didata dan dilaporkan ke posko. 
 
Sementara itu, dia mengatakan sebanyak 13.688 orang luka-luka. Pengungsi tercatat 387.067 jiwa tersebar di ribuan titik, yakni 198.846 orang di Kabupaten Lombok Utara, 20.343 orang di Kota Mataram, 91.372 orang di Lombok Barat, dan 76.506 orang di Lombok Timur.  

Baca juga: Masa tanggap darurat gempa Lombok diperpanjang
Baca juga: BMKG: Gempa susulan di lombok 474 kali

 

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2018