Bali gelap gulita tanpa setitik cahaya lampu dan tak ada aktivitas bagaikan pulau mati tak berpenghuni saat Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1940 jatuh hari Sabtu, diharapkan dapat menambah daya tarik Bali.

Pada hari peralihan tahun saka itu seluruh warga mengurung diri dalam rumahnya masing-masing untuk melaksanakan catur brata penyepian yakni empat pantangan yang meliputi tidak melakukan kegiatan/bekerja (amati karya), tidak menyalakan lampu atau api (amati geni), tidak bepergian (amati lelungan) serta tidak mengadakan rekreasi, bersenang-senang atau hura-hura (amati lelanguan).

Kondisi demikian diharapkan mampu memberikan inspirasi kepada pengelola biro perjalanan wisata (BPW) maupun tour operator dan kalangan hotel untuk mengemas Nyepi menjadi sebuah paket wisata yang menarik bagi wisatawan mancanegara

Unsur sepinya itu dapat menjadi sebuah daya tarik dan wisatawan tetap harus menghormati apa yang dilakukan oleh 4,3 juta jiwa penduduk yang menghuni Pulau Dewata, tutur Kepala Dinas Pariwisata setempat Anak Agung Yuniartha Putra.

Hal itu tentu akan mampu menambah daya tarik bagi Bali, karena selama ini tidak ada daerah atau negara lain di belahan dunia yang melakukan hal itu, kecuali Pulau Dewata yang masyarakat memegang teguh tradisi, seni dan budaya yang diwarisi secara turun temurun dari leluhurnya.

Dalam mengkemas paket wisata Nyepi tentu menghindari kegiatan yang bersifat pesta atau keramaian, namun turis dapat menikmati makanan seperti biasa tanpa bertentangan dengan Tapa Brata Penyepian yang dilaksanakan umat Hindu selama 24 jam.

Oleh sebab itu biro perjalanan dan kalangan hotel di masa-masa mendatang dapat memanfaatkan momentum hari suci Nyepi untuk meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali, dengan harapan mampu mendukung terealisasinya kunjungan 6,5 juta wisman dalam tahun 2018.

Jika hotel-hotel berbintang dan BPW dapat mengkemas paket wisata Nyepi tentu ada pecalang, petugas keamanan desa adat dan kepala lingkungan sekitarnya yang mengontrol hotel tempat turis menginap, jika ada kegiatan yang berbau keramaian, kepala dusun dapat memberikan tindakan.

Selama ini tidak ada aturan yang mengikat terkait penjualan Paket Nyepi di hotel-hotel karena hal tersebut menjadi bagian dari strategi manajemen hotel untuk menjual produk hotel dan menarik minat wisatawan.


Hening dan damai

Masyarakat internasional bisa menikmati keheningan dan kedamaian bersama masyarakat Bali saat merayakan Hari Suci Nyepi yang kali ini mengantarkan pergantian almanak tahun saka dari 1939 ke 1940.

Bali yang dijuluki pulau surga kala itu akan sepi sunyi pada siang dan malam hari, karena seluruh pintu masuk mulai dari Bandara Internasional Ngurah Rai Bali hingga lima pelabuhan laut tidak beroperasi selama 24 jam mulai hari Sabtu pukul 06.00 WITA hingga pukul 06.00 kembali keesokan harinya Minggu (18/3).

Suasana itulah sebenarnya dinanti-nantikan oleh wisatawan mancanegara untuk dapat menikmati suasana sunyi dan gelap gulita, seperti yang dituturkan Ketua Bali Hotel Association (BHA), Ricky Putra.

Bali saat itu mengalami bebas polusi udara, karena tidak adanya kendaraan yang melintas di jalan raya di perkotaan maupun pedesaan karena semua kegiatan dilarang dan aktivitas sebagai pantangan hari itu.

Meskipun demikian pada periode libur hari suci Nyepi kali ini menurut Ricky, hotel-hotel berbintang empat dan lima di bawah naungan BHA tidak mengalami lonjakan hunian, hanya berkisar 40-60 persen, umumnya berasal dari negara-negara Asia sekitar 30-40 persen, wisatawan Australia dan Eropa, di samping wisatawan nusantara.

Pihak hotel jauh-jauh hari telah memberikan edukasi dan sosialisasi kepada wisatawan terkait Hari Raya Nyepi, tidak menaikkan tarif, namun pengelola akomodasi memberikan nilai tambah berupa makan siang dan makan malam yang termasuk dalam harga biasa.

Gubernur Bali Made Mangku Pastika jauh sebelumnya telah menekankan agar pihak hotel dapat menghormati tradisi, budaya, dan agama di Pulau Dewata saat perayaan Nyepi. Jajaran desa pakraman (desa adat) diminta agar dapat mengawasi aktivitas hotel di lingkungan masing-masing.

Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), majelis tertinggi umat Hindu di Bali jauh sebelumnya telah mengeluarkan pedoman tentang pelaksanaan Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1940. Rangkaian kegiatan ritual disesuaikan dengan tempat, waktu dan keadaan (desa kala patra), termasuk tradisi di masing-masing desa adat.

Menurut Ketua PHDI Bali I Gusti Ngurah Sudiana hari suci Nyepi itu diawali dengan mengadakan prosesi "Melasti/Melis" di kawasan pantai, sumber mata air dan danau yang bermakna membersihkan "pratima" atau benda yang disakralkan selama tiga hari, 14-16 Maret 2018.

Masing-masing desa adat dapat memilih salah satu dari tiga hari yang telah ditentukan tersebut. Demikian juga melasti tidak hanya ke Pantai juga dapat dilakukan ke danau atau sumber mata air (kelebutan) yang dinilai suci.

Umat yang bermukim dekat pantai umumnya melakukan prosesi Melasti ke laut, dan yang tinggal di daerah pegunungan melaksanakannya ke danau atau ke sumber mata air terdekat. Sementara masyarakat yang tinggal di tengah-tengah daratan Pulau Dewata jauh dari laut maupun danau, dapat melakukan ritual pembersihan itu ke sumber mata air terdekat.

Setelah Melasti, menyusul dilakukan Bhatara Nyejer di Pura Desa/Bale Agung di desa adat masing-masing, dilanjutkan dengan Tawur Kesanga atau persembahan kurban pada hari Jumat (16/3), sehari menjelang Nyepi.

Tawur Kesanga dilakukan secara berjenjang di tingkat Provinsi Bali yang dipusatkan di Pura Besakih, kemudian tingkat kabupaten/kota, kecamatan, desa dan banjar hingga di rumah tangga masing-masing.

Kegiatan ritual tersebut bermakna untuk meningkatkan hubungan yang serasi dan harmonis antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama umat manusia dan manusia dengan lingkungan dan dilanjutkan keesokan harinya Sabtu (17/3) umat Hindu merayakan Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1940 dengan melaksanakan tidak bekerja (amati karya), tidak menyalakan lampu (amati geni), tidak bepergian (amati lelungan) serta tidak mengadakan rekreasi, bersenang-senang atau hura-hura (amati lelanguan).

Lewat ibadah tapa brata penyepian selama sehari penuh, umat manusia seolah-olah mengalami kelahiran baru dan kembali menjalani kehidupan dari nol. Jika kehidupan yang hening, damai dan sunyi senyap itu dapat diterapkan umat manusia akan dapat mengistirahatkan alam dari segala aktivitas sejenak, termasuk tidak mencemarinya dengan aneka polusi.

Nyepi (hening) tanpa aktivitas apapun selama 24 jam memiliki makna penting bagi keseimbangan alam semesta, baik dunia rohani maupun jasmani (Panca Mahabutha), sekaligus memberikan kesempatan kepada alam untuk mampu menjadi paru-paru dunia.

Konsep Nyepi menurut Ketua PHDI Gusti Ngurah Sudiana, sesungguhnya merupakan kedamaian (santhi) yang perlu dijaga dengan baik, tatkala unsur itu dicemari polusi, emisi gas dan bahan berbahaya lainnya bagi kehidupan.

Untuk itu perlu mengendalian diri umat manusia yang dalam ajaran Hindu disebut Catur Brata Penyepian, yakni empat pantangan yang wajib dilakukan pada Hari suci Nyepi yang jatuh setiap 420 hari sekali.

Baca juga: Kendaraan di Pelabuhan Gilimanuk-Ketapang padat jelang Hari Raya Nyepi

Baca juga: Pengurus mesjid di Jepara hormati Nyepi

Baca juga: Ribuan kendaraan keluar Bali jelang Nyepi

Pewarta: I Ketut Sutika
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018