Jakarta (ANTARA News) - Hasil riset dari Maarif Institute menunjukkan belum ada satupun kebijakan yang spesifik untuk perlindungan sekolah dari penetrasi paham gerakan radikal.

"Tesis awal riset ini adalah untuk menghalau penetrasi radikalisme di sekolah, hal terpenting yang harus dilakukan adalah menyuburkan kebinekaan dan keragaman dalam kehidupan di sekolah," ujar Direktur Maarif Institute, Muhammad Abdullah Darraz, di Jakarta, Jumat.

Daraz menjelaskan riset itu ingin mencari model ketahanan seperti apa yang dapat dikembangkan dalam sekolah, sehingga sekolah kebal dari berbagai infiltrasi kelompok radikal.

"Saya berharap bahwa hasil yang didapatkan dari riset ini mampu memperkuat kebijakan OSIS agar menjadi pengawal kebinekaan di sekolah yang bersifat inklusif," tambah dia.

Riset tersebut, merupakan salah satu bagian dari program CONVEY yakni Enhancing the Roles of Religious Education in Countering Violent Extremism in Indonesia. Hasil kerja sama antara MAARIF Institute dengan Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (PPIM-UIN Jakarta) dan UNDP Indonesia.

Riset tersebut melibatkan 40 sekolah dengan kurang lebih 450 orang narasumber ini mengambil sampel di enam daerah dari lima provinsi di Indonesia, yakni Kota Padang (Sumatera Barat), Kabupaten Cirebon (Jawa Barat), Kabupaten Sukabumi (Jawa Barat), Kota Surakarta (Jawa Tengah), Kota Denpasar (Bali), dan Kota Tomohon (Sulawesi Utara).

Pemilihan daerah tersebut, dengan mempertimbangkan sebaran, tipologi, dan karakteristik penting yang melekat di dalamnya. Secara keseluruhan, rangkaian penelitian ini berlangsung dari Oktober ? Desember 2017.

Lebih lanjut, Darraz mengatakan keberadaan OSIS pun tak mampu membendung arus radikalisasi di sekolah. Padahal sebagai wadah pembinaan dan pengembangan kesiswaan untuk menyelenggarakan kegiatan dan membangun pengetahuan yang positif dalam upaya menangkal ekstremisme berbasis kekerasan dan radikalisme di sekolah.

"Seharusnya OSIS mampu mewujudkan itu. Sekolah, terinfiltrasi radikalisme melalui tiga pintu, yakni alumni, guru, dan kebijakan sekolah. Ini disebabkan karena kurangnya pemahaman dan kesadaran sekolah tentang peta gerakan radikalisme, yang melemahkan mekanisme ketahanan sekolah dalam menghadapi gerakan radikal," papar dia.

Pihaknya merekomendasikan agar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mendorong internalisasi nilai kebinekaan di sekolah melalui OSIS, sebagai upaya untuk memperkuat ketahanan sekolah dari penetrasi radikalisme.

Pewarta: Indriani
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2018