Jakarta (ANTARA News) - Pakar hukum administrasi negara Irman Putra Sidin menyatakan kesalahan penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) terhadap debitur Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) harus diuji melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Sebuah tindak pidana tidak berdiri sendiri namun terikat pada hukum lain," kata Irman di Jakarta Jumat.

Pernyataan Irman itu terkait penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap penerbitan SKL terhadap debitur BLBI.

Ahli hukum Universitas Indonesia itu mencontohkan kasus tindak pidana korupsi yang terindikasi penyalahgunaan wewenang terkait kebijakan maka masuk ranah PTUN.

Sekalipun ditemukan penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan SKL maka dari sisi administrasi negara harus diuji terlebih dahulu melalui PTUN karena sebuah tindak pidana tidak dapat berdiri sendiri namun terikat dengan hukum lain, ujar Irman.

Irman menuturkan penerbitan SKL sebagai kebijakan pemerintah untuk memberikan kepastian hukum terhadap para debitur dan pelaku usaha, serta negara.

Irman menjelaskan hukum hak asasi manusia internasional mengatur penyelesaian utang piutang tidak dapat dipidanakan.

Ahli hukum pidana dari Univesitas Islam Indonesia (UII) Prof Mudzakir menekankan tanggung jawab korporasi tidak dapat langsung dialihkan kepada pemegang saham mayoritas.

Mudzakir mengatakan penyidik KPK harus meminta keterangan dari sejumlah saksi ahli hukum pidana dan perbankan untuk menyelidiki kasus penerbitan SKL BLBI.

Mudzakir mengingatkan penyidik KPK harus tepat menyimpulkan suatu perkara termasuk kasus pidana atau perdata.

Sementara itu, pengamat ekonomi dari Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Piter Abdullah menegaskan pemerintah harus mengejar obligor BLBI yang belum memenuhi kewajiban untuk kepastian hukum.

"Mereka (obligor yang belum memenuhi kewajiban) harus bayar untuk kepastian hukum," ujar Piter.

Pewarta: Taufik Ridwan
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017