Kebijakan pendidikan bukanlah instrumen politik murahan untuk tawar menawar politik. Tidak elok kebijakan pendidikan dijadikan alat politik oleh politisi tuna visi atau yang tidak mempunyai visi."
Jakarta (ANTARA News) - Direktur Eksekutif Maarif Institute Abdullah Darraz menyesalkan penolakan terhadap kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) yang menerapkan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) di sejumlah sekolah.

"Kebijakan ini sama sekali tak berdasar karena tertuang dalam Permendikbud No.23 Tahun 2017 dan sama sekali bukanlah kebijakan sekolah sehari penuh," ujar Darraz di Jakarta, Rabu.

Dia menjelaskan Permendikbud itu adalah kebijakan untuk memperkuat pendidikan karakter di sekolah, salah satunya dengan kebijakan sekolah selama delapan jam.

Kebijakan sekolah 8 jam adalah salah satu alat PPK tersebut yang bertujuan membangun karakter kebangsaan anak-anak pelajar.

"Program ini sangat penting memberikan ruang dan waktu lebih luas bagi pihak sekolah dan publik untuk secara kreatif menciptakan aktivitas sekolah yang lebih positif bagi pelajar."

Darraz menyayangkan adanya penolakan yang terjadi saat ini. Terlebih penolakan-penolakan tersebut kental dengan nuansa politik di dalamnya.

"Kebijakan pendidikan bukanlah instrumen politik murahan untuk tawar menawar politik. Tidak elok kebijakan pendidikan dijadikan alat politik oleh politisi tuna visi atau yang tidak mempunyai visi," tegas dia.

Darraz mengingatkan bahwa upaya-upaya pemerintah Jokowi dalam memajukan pendidikan mesti mendapatkan apresiasi.

"Bahwa kebijakan tentu memiliki kelemahan, mestilah direspon dengan bijak melalui saluran yang telah disediakan. Bukan dengan manuver pernyataan politik. Terlalu mahal masa depan pendidikan kita jika hanya menjadi bahan politisasi politisi-politisi yang berpandangan pendek" pungkas Darraz.

Darraz menyesalkan politisasi terhadap kebijakan pendidikan seperti itu.

Pewarta: Indriani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017