Surabaya (ANTARA News) - Pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan Whisnu Sakti Buana tetap mempertahankan jati diri lokal khususnya gotong royong di era global.

"Meski Surabaya kota terbuka, namun kegiatan gotong royong tetap dipertahankan," kata Tri Rismaharini di Surabaya, Sabtu.

Menurut dia, hal ini juga ditegaskan dalam acara debat kedua yang diselenggarakan KPU Surabaya dan disiarkan secara langsung oleh televisi lokal di Hotel Shangrilla, Jumat (6/11) malam.

Ia menegaskan Surabaya adalah kota modern dan terbuka, yang bisa menciptakan keamanan dan kenyamanan masyarakat. Saat memimpin Surabaya bersama Whisnu Sakti Buana, meski berasal dari berbagai latar belakang budaya, agama dan asal usul, warga kota bisa hidup rukun dan guyub.

Sementara itu Calon Wakil Wali Kota Whisnu Sakti Buana menyatakan dalam menjalankan pembangunan semasa masih menjabat wakil wali kota bersama Wali Kota Tri Rismaharini periode lalu, pihaknya melibatkan peran serta masyarakat, tanpa membedakan asal usul mereka. Kesempatan sama diberikan kepada para warganya untuk bersama-sama membangun Surabaya.

"Dalam pembangunan, partisipasi masyarakat diutamakan. Bahkan kalangan birokrat di pemerintah kota, juga berasal dari Sabang sampai Merauke," katanya.

Berkaitan dengan era globalisasi, Risma yakin masyarakat Surabaya akan menjadi pemenang, menjadi tuan dan nyonya di kotanya sendiri. Dengan semangat juang para pahlawan, lanjut dia, bisa mengatasi persaingan ekonomi di era modern.

"Dengan mengalokasikan pendidikan sebesar 32 persen, di dalamnya ada program beasiswa dan berbekal mental pejuang akan bisa bersaing di era global," katanya.

Ia menunjukkan salah satu prestasi arek Suroboyo di era global, yakni dengan adanya komik digital yang bercerita tentang perjuangan pada peringatan Hari Pahlawan.

"10 November nanti, akan dilaunching komik digital. Ini bukti prestasi masyarakat Surabaya," kata perempuan yang pernah mendapat predikat Wali Kota Terbaik Dunia itu.

Meski memasuki era global, menurut Whisnu Sakti, jati diri dan budaya lokal akan dipertahankan. "Beragam budaya lokal, seperti festival rujak uleg dilestarikan, perhatian pada situs budaya dilakukan terhadap rumah HOS Cokroaminoto, makam Sawunggaling tetap dikembangkan agar tak tercerabut era globalisasi," ujarnya.

Ia mengatakan globalisasi tidak bisa ditolak, namun menjadi tantangan. "Modern tak bisa ditolak, tapi sebuah tantangan bagi arek Suroboyo," katanya.

Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015