Bangsa ini sedang mengalami krisis kebinekaan, gejala ini ditandai meningkatkan intensitas intoleransi, sektarianisme, dan konflik komunal dalam kurun waktu lima tahun terakhir,"
Jakarta (ANTARA News) - Maarif Institute menilai prinsip kebinekaan yang menjadi pandangan hidup bernegara digerogoti merebaknya sektarianisme, konflik rumah ibadah, eskalasi kekerasan kelompok minoritas dan ancaman konflik komunal di berbagai tempat.

"Bangsa ini sedang mengalami krisis kebinekaan, gejala ini ditandai meningkatkan intensitas intoleransi, sektarianisme, dan konflik komunal dalam kurun waktu lima tahun terakhir," kata Direktur Eksekutif Maarif Institute Fajar Riza Ul Haq dalam acara "Tasyakuran 10 Tahun Maarif" di Auditorium Adhyana, Wisma Antara, di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, meningkatnya intensitas intoleransi tersebut berdampak angka pelanggaran terhadap kebebasan agama kian mencemaskan.

Fajar mengatakan, krisis kebinekaan dipicu tiga faktor utama, yaitu penegakan hukum yang lemah bahkan cenderung "sektarian".

Kedua menurut dia, ketimpangan sosial-ekonomi yang semakin lebar sehingga menyisakan persoalan keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Dia mengatakan faktor ketiga adalah rapuhnya budaya kewargaan di kalangan masyarakat.

"Krisis kebinekaan yang kini melanda bangsa ini menjadi alasan penting di balik pesan yang ingin kami sampaikan melalui acara tasyakuran ini yaitu berkhidmat untuk kebinekaan", ujarnya.

Dia mengatakan, persoalan kebinekaan itu yang menjadi fokus kerja Maarif Institute dalam 10 tahun terakhir sejak didirikan tahun 2003. Fajar menekanan perlu diperlukan berbagai upaya untuk memulihkan kebinekaan yang merupakan tulang punggung kehidupan bangsa.

Fajar mengatakan untuk memperkuat kebinekaan pada ranah pendidikan pada tahun 2003-2007 Maarif Institute melakukan upaya penguatan pendidikan kewargaan. Langkah penguatan itu menurut dia melibatkan institusi pendidikan umum negeri maupun institusi pendidikan swasta berbasis ormas keagamaan.

"Pada 2007-2010 kami mengadakan program Pendidikan HAM di SMA Muhammadiyah Jawa Barat, NTT, dan Sulawesi Tengah dengan melibatkan sebanyak 130 sekolah", katanya.

Dia menjelaskan, periode 2011-2013 penguatan pendidikan kewargaan dilakukan melalui pendidikan program Pendidikan Karakter Toleransi dan Anti Kekerasan yang melibatkan 50 SMI Negeri di Kota Surakarta, Yogyakarta, Cianjur dan Pandeglang.

"Kami berharap upaya-upaya kecil ini berdampak pada kuatnya bangunan kebangsaan kita. Namun kami menyadari perjalanan 10 tahun bisa kami lalui karena dukungan banyak pihak yang memiliki komitmen yang sama", ujarnya.

Dalam acara itu ditandai peluncuran buku "Catatan 1 dekade Maarif 2003-2013" yang ditulis Ahmad Syafii Maarif dan kawan-kawan. Selain itu juga diputar film 10 tahun perjalanan lembaga tersebut.

Acara tersebut dihadiri, Ahmad Syafii Maarif, mantan Dirut Antara Ahmad Mukhlis Yusuf, mantan Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal, Bikhu Pannyavaro, Franz Magnis Siseno.
(I028/Z002)

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013