Protein hewani dan nabati sama-sama diperlukan oleh tubuh karena tidak ada satu jenis bahan makanan pun yang memiliki nilai gizi sempurna
Samarinda (ANTARA) - Pemenuhan asupan protein hewani langkah penting dalam mencegah stunting pada anak. Protein sudah sejak lama diketahui memiliki keunggulan, yakni mempunyai asam amino esensial yang jauh lebih lengkap dibandingkan protein nabati.

Untuk mencegah stunting, tentu tidak hanya dibutuhkan asupan protein, akan tetapi juga membutuhkan zat gizi lainnya, seperti karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral.

Kebutuhan asupan protein untuk balita sekitar 25 gram dalam sehari tidak hanya bersumber dari lauk hewani, seperti ikan, telur, dan daging, namun juga dari sumber nabati, seperti kacang-kacangan dan hasil olahannya.

protein hewani memang memiliki kandungan asam amino lebih lengkap dibandingkan dengan protein nabati. Dalam pemberian makan sehari-hari dianjurkan mengombinasikan keduanya.

Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Kalimantan Timur Setyo Budi Basuki menjelaskan protein hewani mengandung sembilan asam amino esensial yang berperan besar membantu pertumbuhan dan kecerdasan otak, sehingga kekurangan salah satu dari ke sembilan asam amino akan menurunkan kinerja hormon pertumbuhan (IGF-1).

Sebanyak sembilan asam amino esensial tersebut, terdiri atas histidin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan, dan valin, yang memiliki peran masing-masing.

Bberapa protein nabati juga mengandung asam amino esensial yang diperlukan tubuh, seperti kacang kedelai, kacang merah, kacang tanah, dan olahannya.

Oleh karena itu, para ibu yang memiliki anak balita dianjurkan memberikan kedua jenis sumber protein ini pada makanan yang dikonsumsi anaknya sehari-hari agar gizi yang diterima lebih lengkap dalam masa pertumbuhan.

Protein hewani dan nabati sama-sama diperlukan oleh tubuh karena tidak ada satu jenis bahan makanan pun yang memiliki nilai gizi sempurna.

Selama jenis bahan makanan tersebut dikonsumsi secara seimbang, maka akan memberi manfaat yang optimal bagi pertumbuhan anak.

Baca juga: BKKBN: Pengentasan stunting butuh komitmen kuat keluarga

Dinas Kesehatan Provinsi Kaltim sudah sejak lama melakukan edukasi tentang makanan gizi seimbang melalui pemberian makan bayi dan anak (PMBA).

Edukasi kepada masyarakat tersebut lebih menekankan agar anak mendapatkan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) mulai usia enam bulan yang bersumber dari makanan keluarga sehingga anak akan terbiasa mengonsumsi makanan keluarga dan bisa memilah makanan yang bagus serta memberi manfaat bagi pertumbuhannya.

Pemberian edukasi juga dilakukan dengan cara mengolah bahan makanan seperti membuat aneka kudapan yang berasal dari ikan, daging sapi, daging ayam.

Berdasarkan data hasil Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI)/Studi Status Gizi Indonesia (SSGI), angka stunting di Kaltim menunjukkan penurunan. Pada tahun 2019 prevalensi balita stunting berada pada angka 28,1 persen dan pada tahun 2021 menjadi 22,8 persen.

Salah satu upaya untuk terus menekan angka kasus stunting dengan pemantauan pertumbuhan balita secara rutin di posyandu agar dapat dilakukan intervensi sedini mungkin bila ditemukan balita mengalami masalah gizi.

Namun, berdasarkan data survei, hingga saat ini, kunjungan balita ke posyandu yang melakukan pemantauan pertumbuhan masih di bawah 50 persen.

Untuk itu, perlu peran serta semua sektor dalam mengerahkan jejaring di tingkat kabupaten, kecamatan, kelurahan/desa dalam menggerakkan masyarakat, terutama ibu yang memiliki bayi/balita dan ibu hamil, agar mau melakukan pemantauan pertumbuhan dan memeriksakan kehamilan di posyandu.

Dengan begitu, apabila ada kondisi yang akan membahayakan kesehatan atau berpengaruh terhadap perkembangan bayi/balita maupun ibu hamil, bisa segera diatasi

Pencegahan lain dengan menyiapkan remaja putri agar tidak anemia, mengingat mereka saat dewasa akan menjadi ibu hamil yang melahirkan generasi penerus bangsa.

Salah satu upaya menanggulangi anemia pada remaja putri, khususnya mereka yang berusia 12-18 tahun (SMP/SMA) dengan pemberian tablet tambah darah (Tablet Fe) secara rutin setiap minggu. Kegiatan ini dilakukan Pemprov Kaltim bekerja sama dengan sekolah-sekolah.

Baca juga: Prevalensi stunting di Kaltara masih tinggi

Ibu hamil juga mendapatkan tablet tambah darah, di mana minimal mengonsumsi 90 tablet selama kehamilan. Hal tersebut untuk mencegah anemia pada ibu hamil yang bisa berakibat bayi mengalami berat badan lahir rendah (BBLR),

Oleh karena itu, semua pihak hendaknya bisa bergerak dan berkontribusi dalam menurunkan angka stunting di Kaltim sesuai bidang masing-masing.

Perhatian khusus

Pengamat kesehatan dari Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda Herry Farhan menyebut perlu perhatian khusus dalam penanggulangan stunting di Kalimantan Timur, walaupun hanya ada empat kabupaten/kota di daerah itu di bawah standar nasional.

Meski demikian, perlu diperhatikan bahwa hanya satu kabupaten/kota yang masuk standar WHO, yakni Kutai Barat. Artinya, perlu perhatian khusus dalam penanggulangan stunting.

Pemerintah menargetkan prevalensi stunting pada 2024 sebesar 14 persen. Untuk mencapai target tersebut diperlukan penurunan 2,7 persen per tahun.

Berdasarkan hasil SSGI 2021, angka prevalensi Kaltim di bawah rata-rata nasional, yakni 22,8 persen, sedangkan standar nasional 24,4 persen.

Meski demikian, angka tersebut masih tinggi bila mengacu kepada standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebesar 20 persen. WHO menyatakan standar level indeks keparahan stunting disebut krisis jika angkanya lebih atau sama dengan 15 persen.

Berdasarkan data Kemenkes SSGI 27 Desember 2021, angka stunting di Kaltim adalah Samarinda 21,6 persen, Penajam Paser Utara 27,3 persen, Balikpapan 17,6 persen, Paser 23,6 persen, Kutai Timur 27,5 persen, Berau 25,7 persen, Kutai Kartanegara 26,4 persen, Kutai Barat 15,8 persen, Bontang 26,3 persen, Mahakam Ulu 20,3 persen.

Mengingat wilayah Kaltim yang luas, perlu kebijakan memandirikan warga untuk mengelola kebutuhan yang bersumber dari hewani, seperti telur dan daging.

Contohnya, satu kepala keluarga mengelola empat ekor ayam petelur yang bisa dikembangbiakkan atau dikelola atas nama desa.

Pembentukan tim khusus yang membidangi terkait dengan kasus stunting juga dirasa perlu agar penanganan permasalahan tersebut lebih fokus.

Baca juga: BKKBN: Kemiskinan bukan penyebab utama terjadinya stunting

Sebanyak 141 desa/kelurahan di Kabupaten Paser telah membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) sebagai upaya menurunkan maupun mencegah penyakit gizi kronis pada balita di masing-masing desa.

Sekretaris TPPS Kabupaten Paser Amir Faisol mengatakan dari 144 desa/ kelurahan, tersisa tiga desa yang belum membentuk TPPS.

Di TPPS yang telah dibentuk, kepala desa bertugas sebagai pengarah, sedangkan pelaksana kegiatan Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan keluarga (PKK) di masing-masing desa dan anggota terdiri atas perangkat desa, anggota PKK, kader pembangunan manusia, dan kader posyandu.

Keberadaan tim di desa untuk memastikan standar mutu pelayanan bagi kelompok sasaran penurunan stunting.

Kegiatan tersebut, dilaksanakan melalui fasilitasi pergerakan tim pendamping keluarga yang anggotanya terdiri atas bidan, PKK, dan kader keluarga berencana.

TPPS desa mitra pemerintah daerah dalam penyuluhan perilaku, pendampingan, komunikasi, dan edukasi kelompok sasaran. Mereka juga memfasilitasi kegiatan percepatan penurunan stunting, memfasilitasi tim pendamping keluarga berisiko stunting dalam pendampingan, pelayanan, dan rujukan stunting di tingkat desa.

Selain itu, tim melaksanakan rembuk stunting di tingkat desa minimal sekali dalam satu tahun atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.

Tugas TPPS desa melakukan pengumpulan data pemetaan kelompok sasaran penurunan stunting dan melaporkan kegiatan secara berkala kepada TPPS kecamatan dan kabupaten.

Dengan dibentuknya TPPS di masing-masing desa, diharapkan kasus stunting di daerah mengalami penurunan mengingat pemerintah pusat menargetkan kasus stunting di bawah 14 persen pada tahun 2024.

Kinerja yang baik dari TPPS disertai dengan pemenuhan protein hewani, seperti telur, ikan, dan hati ayam pada usia anak enam bulan hingga dua tahun, diharapkan menjadi solusi pencegahan dan penurunan angka stunting di Kaltim.

Tentu semua orang tua di Indonesia akan melakukan berbagai hal untuk memastikan anak-anak tetap sehat, tumbuh, dan berkembang secara baik. Ayo cegah stunting!

Baca juga: BRIN: Teknologi nuklir bisa berperan cegah "stunting" di Indonesia
Baca juga: Tekan stunting, Kabupaten Bogor dukung Program Isi Piringku Kemenkes
Baca juga: Kasus balita kekerdilan di Jatim turun selama tiga tahun terakhir

Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2022