Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) membuat desain teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Modular dan ditargetkan  komersialisasinya pada 2025.

Salah satu pertimbangan untuk pemilihan PLTP modular adalah potensi panas bumi di Indonesia hingga 50 MW atau hampir 35 persen tersebar di wilayah Indonesia timur.

"Lokasi panas bumi kebanyakan di daerah terpencil yang beban listriknya tidak terlalu tinggi," kata Pelaksana harian Kepala Balai Besar Teknologi Konversi Energi Organisasi Riset Pengkajian dan Penerapan Teknologi BRIN, Cahyadi dalam keterangan pers yang diterima ANTARA di Jakarta, Selasa.

Baca juga: PLN: 28 perusahaan raih sertifikat energi terbarukan PLTP Kamojang

Baca juga: BPPT: Perkuat ekosistem inovasi PLTP tingkatkan kontribusi EBT


Potensi sumber energi panas bumi tersebar di sepanjang jalur vulkanik dari Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku dan Sulawesi. Di Indonesia bagian Timur, seperti provinsi Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara dan daerah terpencil lain, walaupun sumber panas buminya sangat melimpah, saat ini sumber energi listrik di daerah-daerah tersebut masih didominasi oleh PLTD.

Komersialisasi PLTP Modular akan mendukung komitmen Pemerintah Indonesia yang menargetkan 23 persen bauran energi berasal dari energi baru terbarukan, termasuk panas bumi di dalamnya. Untuk itu, diharapkan investasi PLTP dengan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) tinggi dapat sampai pada tahap komersialisasi pada 2025.

PLTP termasuk teknologi ramah lingkungan dengan emisi karbon dioksida (CO2) rendah. Jejak karbon tergolong rendah karena sumber energi tersedia di lokasi dan tidak membutuhkan sumber bahan bakar yang perlu usaha produksi yang menghasilkan karbon.

Cahyadi menuturkan desain PLTP Modular merupakan pengembangan dari dua jenis PLTP riset sebelumnya, yaitu PLTP 3MW condensing di Kamojang dan PLTP 500kW siklus biner di Lahendong.

Pengembangan PLTP Modular diharapkan dapat kompetitif berdasarkan pengalaman pengembangan PLTP Kamojang di Kabupaten Bandung, Jawa Barat dan PLTP Lahendong di di Sulawesi Utara.

PLTP Modular didesain dengan konsep tapak lebih ringkas, mobilisasi dan instalasi cepat, dan fleksibel ditempatkan pada kepala sumur dimana pun.

Kapasitas sesuai potensi sumur sekitar 3 hingga 5 MW, cepat menghasilkan listrik begitu sumur siap diproduksi, dan modul PLTP dapat digeser dari sumur yang sudah tidak ekonomis ke sumur yang masih produktif.

Baca juga: PLN siap kembangkan energi panas bumi 20 MW di Mataloko

Ia mengatakan pihaknya telah melakukan studi kelayakan PLTP Modular 2×3 MW di Sibayak, Sumatera Utara. Investasi PLTP diperkirakan mencapai kurang dari 2 juta dollar AS per MW, sehingga layak dari sisi ekonomis dan teknis.

Produk PLTP Modular mempertimbangkan TKDN yang melibatkan industri dalam negeri. Komponen utama PLTP adalah turbin dan generator.

Saat ini, kata Cahyadi, Jepang menempati urutan pertama sebagai produsen manufaktur turbin PLTP condensing. Padahal, negara itu mempunyai potensi panas bumi yang jauh lebih sedikit.

Menurut Cahyadi, dengan potensi panas bumi yang besar dan TKDN tinggi, Indonesia seharusnya dapat menempati posisi kedua atau ketiga produsen turbin generator PLTP di dunia.

Ia mengatakan Pulau Flores di Nusa Tenggara Timur, memiliki potensi panas bumi mencapai lebih dari 150 MW.

Namun, saat ini kapasitas terpasang pembangkit listrik di Flores mencapai 190 MW, dimana 45 persen berasal dari pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) dan 37 persen berasal dari pembangkit listrik tenaga mesin gas.

Ia menuturkan jika sesuai Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Perusahaan Listrik Negara (PLN) 2021 untuk membangun PLTP hingga 150 MW, PLTP berpotensi dapat menggantikan PLTD pada daerah tersebut. Pada 2030, kapasitas PLTP diproyeksikan terpasang 6,5 GW, dan saat ini baru 2,1 GW terpasang, maka akan ada 4,4 GW PLTP baru.

Untuk itu, Indonesia harus mengusai teknologi PLTP dan industri manufaktur harus turut berperan aktif.

Penguasaan teknologi PLTP Modular skala kecil perlu dimanufaktur dalam negeri. Industri manufaktur dalam negeri akan berkesempatan terlibat dengan PLTP skala besar yang masih didominasi produk impor.

Baca juga: PT Geo Dipa sosialiasikan PLTP Patuha 2 kepada kelompok perempuan

Baca juga: Wamenkeu cek operasional PLTP di dataran tinggi Dieng


Dengan keuntungan harga listrik panas bumi yang cenderung stabil, ramah lingkungan serta rendah jejak karbon dan penggunaan lahan yang lebih efisien dari energi baru terbarukan lainnya, pemanfaatan panas bumi di Indonesia perlu ditingkatkan.

Upaya tersebut akan berhasil dengan dukungan regulasi, finansial, serta riset yang memadai. Cahyadi berharap regulasi dapat mendukung teknologi PLTP sampai pada tahap komersialisasi di tahun 2025.

"Saat ini, dari sisi teknologi sudah siap, industri pun sudah siap, hanya saran kami perlunya penugasan pemerintah kepada industri PLTP seperti BUMN untuk menggunakan teknologi PLTP karya anak bangsa tanpa melanggar peraturan yang berlaku," ujarnya.

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022