Banda Aceh (ANTARA) - Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh menghentikan penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan keramba jaring apung dengan nilai kontrak kerja mencapai Rp45,5 miliar.

Asisten Pidana Khusus Kejati Aceh R Raharjo Yusuf Wibisono di Banda Aceh, Selasa, mengatakan penghentian penyidik atas petunjuk Jaksa Muda Pidana Khusus (Jampidsus).

"Beberapa waktu lalu, penyidik melakukan ekspos perkara ke Jampidsus. Hasilnya, tim Jampidsus memberi petunjuk agar penanganan perkara dihentikan," kata R Raharjo Yusuf Wibisono.

Didampingi Kepala Kejati Aceh Muhammad Yusuf, R Raharjo Yusuf mengatakan alasan penghentian penyidikan karena perusahaan pengadaan PT Perikanan Nusantara merupakan badan usaha milik negara (BUMN).

"Artinya, dalam kasus ini negara dengan negara, sehingga tidak ada kerugian negara. Dalam perkara ini, kesalahan hanya administrasi dan kesalahan tersebut sudah diambil alih Kementerian BUMN," kata R Raharjo Yusuf Wibisono.

Baca juga: Kejati Aceh koordinasi dengan Jampidsus terkait kasus korupsi keramba

Menyangkut dengan tersangka, kata R Raharjo Yusuf Wibisono, dengan sendirinya gugur. Begitu juga uang Rp36 miliar, yang sebelumnya disita sebagai barang bukti, dikembalikan ke perusahaan yang kini berganti nama PT Perikanan Indonesia.

"Sedangkan keramba jaring apung yang sebelumnya disita di Pulau Weh, Kota Sabang, sudah dibawa ke Lampung, untuk digunakan nelayan di provinsi itu. Sebab, keramba jaring apung tersebut tidak bisa digunakan di Sabang, karena perairannya tidak cocok," kata R Raharjo Yusuf Wibisono.

Kejati Aceh menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi pengadaan keramba jaring apung yang dikelola Direktorat Jenderal Perikanan Budi Daya Direktorat Pakan dan Obat Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI sejak 2018.

Proyek tersebut dilaksanakan pada 2017 dengan anggaran Rp50 miliar. Proyek pengadaan tersebut dimenangkan PT Perikanan Nusantara dengan nilai kontrak Rp45,58 miliar.

Baca juga: BPKP: Audit kasus korupsi keramba jaring apung masih dalam proses

Hasil temuan penyidik Kejaksaan Tinggi Aceh, pekerjaan dikerjakan tidak sesuai spesifikasi. Perusahaan juga tidak bisa menyelesaikan pekerjaan 100 persen. Pekerjaan diselesaikan pada Januari 2018, sedangkan pencairan sudah dibayarkan pada 29 Desember 2017.

Selain itu juga terdapat indikasi kelebihan bayar. Kementerian Kelautan dan Perikanan membayar 89 persen dari seharusnya 75 persen pekerjaan. Total yang dibayarkan Rp40,8 miliar lebih dari nilai kontrak Rp45,58 miliar.

Dalam kasus ini, tim penyidik Kejati Aceh menyita delapan keramba apung beserta jaringnya, satu unit tongkang pakan ikan. Kemudian, satu paket sistem distribusi pakan, dan pipa pakan.

Serta, satu set sistem kamera pemantau, satu unit kapal beserta perangkatnya. Semua barang yang disita tersebut berada di beberapa tempat di Pulau Weh, Kota Sabang.

Selain menyita aset, tim penyidik juga menyita uang tunai Rp36,2 miliar. Uang tersebut diserahkan langsung dalam bentuk tunai oleh PT Perikanan Nusantara kepada Kejaksaan Tinggi Aceh.

Baca juga: Kejati Aceh tunggu audit kerugian negara kasus korupsi keramba

Pewarta: M.Haris Setiady Agus
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2022