Jakarta (ANTARA) - Pembuat petisi penolakan tes reaksi berantai atau polymerase chain reaction (PCR) bagi calon penumpang pesawat, Dewangga Pradityo (31) berharap tarif PCR menyentuh nominal yang sama dengan antigen.

"Kemarin anjuran Presiden Joko Widodo agar PCR diturunkan Rp300 ribu, tapi itu masih mahal. Kalau bisa seharga antigen dengan harga Rp100 ribu sampai Rp150 ribu itu sudah agak lumayan penumpangnya," kata Dewangga Pradityo yang dikonfirmasi Antara melalui sambungan telepon dari Jakarta, Selasa siang.

Pria yang berprofesi sebagai pegawai mekanik pesawat di salah satu anak perusahaan maskapai di Indonesia itu menyebut tarif tes cepat juga mempengaruhi keberlangsungan usaha maskapai dan kesejahteraan pegawai.

Mekanik lulusan Politeknik Bandung, Jawa Barat, itu merasakan dampak pandemi COVID-19 terhadap pendapatan yang diterima dari perusahaan.

Baca juga: 40.000 lebih orang teken petisi penolakan tes PCR penerbangan

Baca juga: ASITA Sulsel sebut tes swab PCR hambat kunjungan wisata


"Sekarang penerbangan berkurang, gaji terlambat dan teman di bidang yang sama tapi beda perusahaan sampai ada yang potong gaji dan dirumahkan sejak Juli 2021. Kalau yang lain sejak awal pandemi sudah merasakan. Kalau saya terasa telat gaji sejak pertengahan 2021," katanya.

Atas situasi itu, Dewangga pun memilih membuka petisi melalui platform Change.org. Sejak dibuka, pada Kamis (14/10), sudah lebih dari 40 ribu orang berpartisipasi dalam penolakan itu.

"Petisi ini sesuai dengan suara hati saya dan ternyata banyak juga yang satu pemikiran sama saya soal PCR," katanya.*

Baca juga: Pakar sebut perlu penurunan harga tes PCR dengan tetap jaga kualitas

Baca juga: Kebijakan tes kesehatan diubah karena hasil PCR lebih akurat

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021