Terdakwa tidak pernah menyesali perbuatannya.
Jakarta (ANTARA) - Jaksa menuntut majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menghukum aktivis buruh Jumhur Hidayat  selama 3 tahun penjara karena pihaknya yakin yang bersangkutan terbukti bersalah menyebarkan berita bohong dan menerbitkan keonaran.

Dalam tuntutannya, jaksa Puji Triasmoro dari Kejaksaan Agung RI mengemukakan bahwa Jumhur melanggar Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

"Kami berkesimpulan perbuatan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana menyiarkan berita bohong dengan sengaja dan menerbitkan keonaran sebagaimana yang telah didakwakan," kata Puji Triasmoro sebelum membacakan tuntutannya saat sidang di Jakarta, Kamis.

Hukuman itu, kata dia, akan dikurangi masa penangkapan dan penahanan Jumhur selama yang bersangkutan di Rumah Tahanan Bareskrim Polri, Jakarta.

Jaksa juga meminta majelis hakim membebani biaya perkara Rp5.000,00 kepada Jumhur.

Puji Triasmoro selaku penuntut umum menyampaikan bahwa pihaknya akan mengembalikan sejumlah gawai milik Jumhur, yaitu satu unit telepon genggam, satu unit tablet, serta barang-barang lainnya, seperti spanduk, kemeja, dan topi.

Tuntutan itu, kata jaksa, berdasarkan pertimbangan yang memberatkan dan meringankan.

Pertimbangan yang memberatkan, antara lain perbuatan Jumhur meresahkan masyarakat dan menyebabkan kerusuhan.

"Terdakwa tidak pernah menyesali perbuatannya," kata Puji Triasmoro.

Tidak hanya itu, lanjut jaksa, rekam jejak Jumhur yang pernah dijatuhi pidana penjara saat yang bersangkutan berdemonstrasi pada masa Orde Baru. Hal ini masuk dalam pertimbangan yang memberatkan.

Perbuatan Jumhur yang meringankan, penuntut umum menyebut yang bersangkutan berlaku sopan selama persidangan.

Usai pembacaan tuntutan, majelis hakim PN Jakarta Selatan yang dipimpin oleh Hapsoro Widodo mengumumkan sidang kembali lanjut pada hari Kamis (30/9) dengan agenda pembacaan nota pembelaan (pledoi).

Hapsoro dibantu oleh dua hakim anggota: Nazar Effriadi dan I Dewa Made Budi.

Jumhur terjerat kasus pidana setelah yang bersangkutan mengunggah cuitan yang mengkritik pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang di Twitter pada tanggal 7 Oktober 2020.

Cuitan Jumhur bertuliskan: "UU ini memang utk PRIMITIVE INVESTORS dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS. Kalau INVESTOR BERADAB ya seperti di bawah ini: 35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja. Klik untuk baca: kmp.im/AGA6m2.” Cuitan ini dinilai oleh jaksa sebagai berita bohong yang dapat sebabkan keonaran.

Baca juga: Kuasa hukum: Kasus Jumhur kriminalisasi terhadap suara kritis rakyat

Baca juga: Jumhur yakin kritik dalam cuitannya tak picu keonaran

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021