Jakarta (ANTARA) - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan pihaknya sudah memperkirakan beberapa skenario untuk mencapai net zero emission atau nol emisi gas rumah kaca sebagai mitigasi perubahan iklim.

"Bappenas telah melakukan beberapa exercise dan terdapat beberapa skenario untuk mencapai net zero emission Indonesia berdasarkan pilihan tahun tercapainya yaitu 2045, 2050, 2060 atau 2070," kata Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharo dalam acara virtual Indonesia Net-Zero Summit 2021 dipantau dari Jakarta pada Selasa.

Berbagai skenario itu memiliki implikasi terhadap pola pembangunan dan pilihan kebijakan yang harus diterapkan.

"Hasil simulasi kami menunjukkan bahwa kita mencapai puncak emisi gas rumah kaca pada sektor energi pada 2027, jika skenario yang kita pilih net zero emission pada 2045 atau 2050 dan puncak emisi gas rumah kaca pada 2033 hingga 2034 jika kebijakan yang dipilih adalah net zero emission 2060 atau 2070," kata Suharso.

Baca juga: Kepala Bappenas: Ekonomi hijau jadi tujuan utama transformasi ekonomi

Baca juga: Indonesia dorong kolaborasi internasional capai target penurunan GRK


Jadi, jika menginginkan emisi gas rumah kaca mencapai nol sesegera mungkin maka puncaknya akan terjadi 2027 dan akan menurun sampai mencapai nol pada 2045 atau 2050.

Namun, dia menyoroti masih adanya isu soal energi baru dan terbarukan yang dihadapi Indonesia saat ini sehingga terdapat skenario di mana puncak emisi dicapai pada 2033-2034 untuk mencapai emisi nol pada 2060 atau 2070.

"Sebab pergeseran setahun itu menggeserkan lima sampai 10 tahun pencapaian net zero emission," katanya.

Dalam diskusi yang sama tokoh lingkungan hidup Emil Salim menegaskan pencapaian netralitas karbon perlu dicapai pada 2050 untuk menghindari dampak perubahan iklim seperti kenaikan suhu bumi.

Menteri Lingkungan Hidup RI periode 1978-1993 itu mengatakan kebijakan strategi Indonesia harus berubah menjadi lebih berkelanjutan atau ekonomi hijau. Dia memberi contoh dengan pengalihan penggunaan bahan bakar fosil, batu bara dan gas ke energi terbarukan mulai dari sekarang.

Meski demikian, Emil mengakui penurunan emisi tidak bisa secara instan dilakukan dan memerlukan proses.

"Itu berarti teknologi sains dalam negeri kita perlu mengembangkan teknologi renewable ini," kata Emil.

Baca juga: BPPT kembangkan berbagai teknologi mitigasi perubahan iklim

Baca juga: Wamen LHK harap negosiator RI bisa tentukan arah perundingan iklim

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021