Jakarta (ANTARA) - Organisasi pengusaha jasa pekerja Himsataki meminta pemerintah memprioritaskan pekerja migran sebagai salah satu yang diprioritaskan mendapat vaksin COVID-19 untuk menumbuhkan kepercayaan negara penempatan, pengguna jasa (user), mendatangkan devisa dan mengatasi pengangguran.

"Saya sangat berharap Bapak Presiden Jokowi menaruh perhatian serius dan khusus kepada calon pekerja migran dan keluarganya menjadi prioritas utama mendapatkan vaksin COVID-19 sebagai bagian dari pemulihan ekonomi nasional (PEN)," ujar Ketua Himsataki Tegap Harjadmo, Minggu.

Dia berharap Menteri Ketenagakerjaan dan Kepala BP2MI (Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia) segera membuat petunjuk teknis yang jelas dan terukur bagi pekerja migran dan pengusahanya sebagai turunan dari Kepmenaker No.294 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru.

Baca juga: Wagub Jabar Uu Ruzhanul Ulum siap divaksin COVID-19 pertama

Hal itu juga merujuk pada Keputusan Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nomor HK.02.02/4/1/2021 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pademi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).

Usulan Himsataki itu sesuai petunjuk teknis tentang pelayanan penempatan pekerja migran pada masa adaptasi kebiasaan baru dengan memperhatikan pelaksanaan UU No.18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia berserta turunannya.

Tegap juga mengungkapkan bahwa terdapat 88.973 calon pekerja migran yang tertunda proses penempatannya akibat kebijakan penghentian yang sebagian besar adalah calon pekerja untuk 10 jabatan yang akan dibebaskan biaya penempatannya, dan lebih kurang 50 persen untuk negara penempatan Taiwan dan Hong Kong.

Setelah 15 Januari 2021, calon pekerja migran yang sudah memiliki tanda pengenal (ID PMI) untuk 10 jabatan, wajib dibebaskan biaya penempatan.

Penempatan pekerja pada masa adaptasi kebiasaan baru adalah kepatuhan untuk menjalankan protokol kesehatan sebagai upaya pencegahan dan pengendalian pandemi, baik di dalam negeri maupun saat penempatan ke negara tujuan disertai kewajiban melaksanakan test PCR maksimal 72 jam sebelum keberangkatan.

Calon pekerja migran yang akan ditempatkan pada masa adaptasi kebiasaan baru tidak akan dibebankan biaya akibat penerapan kebijakan protokol kesehatan dalam proses penempatan.

Baca juga: Vaksin bukan akhir, gaya hidup sehat adalah kebutuhan

Karena itu perlu koordinasi dengan negara tujuan penempatan terkait penerapan protokol kesehatan pada saat kedatangan pekerja migran serta pengaturan jumlah pekerja asing.

"Kami berharap melalui usulan tersebut dapat menjadi referensi yang konstruktif agar implementasi kebijakan pemerintah dapat berjalan secara efektif dan tidak menimbulkan permasalahan tambahan," ujar Tegap.*

Baca juga: Protokol kesehatan yang mulai terabaikan
Baca juga: Survei LKPI catat 81,7 persen responden siap divaksin COVID-19
Baca juga: Jubir vaksin jelaskan faktor individu penting dalam vaksinasi

Pewarta: Erafzon Saptiyulda AS
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021