Ini membingungkan anak-anak kami
Taipei (ANTARA) - Sebuah buku anak-anak bertema gay tentang dua pangeran yang jatuh cinta dan menikah telah memicu protes dari para orang tua di Taiwan, setelah buku itu dimasukkan ke program membaca yang didukung pemerintah.

"King & King", aslinya diterbitkan dalam bahasa Belanda, berkisah tentang seorang pangeran muda yang diminta oleh ibunya untuk menikahi seorang putri tetapi kemudian jatuh cinta kepada pangeran lain.

Versi China dari buku itu ditambahkan ke daftar buku yang pada bulan ini didistribusikan pemerintah kepada siswa berusia enam dan tujuh tahun di Taiwan, yang tahun lalu menjadi tempat pertama di Asia yang mengizinkan pernikahan sesama jenis.

Baca juga: China isyaratkan tak akan ikuti Taiwan izinkan pernikahan sesama jenis

Skema membaca merupakan bagian dari program ekstrakurikuler yang bertujuan menumbuhkan kecintaan membaca, dan tidak wajib di sekolah. Meskipun demikian, langkah tersebut memicu protes di luar kementerian pendidikan minggu ini.

"Ini adalah upaya mencuci otak. Pemerintah sedang mencoba merongrong nilai-nilai pernikahan heteroseksual," kata Tseng Hsien-ying, presiden Koalisi untuk Kebahagiaan Generasi Berikutnya, sebuah kelompok yang menentang pernikahan sesama jenis.

"Ini membingungkan anak-anak kami," katanya kepada Thomson Reuters Foundation melalui telepon pada Jumat, seraya menyeru agar buku itu ditarik.

Kementerian pendidikan Taiwan membela keputusan tersebut di media sosial, dengan menyatakan bahwa buku itu akan membantu anak-anak untuk "mengenali dan menghormati perbedaan", dan mempromosikan masyarakat yang beragam.

Kelompok advokasi LGBT +, Asosiasi Hotline Tongzhi Taiwan, menyerukan penerimaan dan mengatakan survei menunjukkan bahwa setengah dari kaum gay menyadari orientasi seksual mereka di tingkat sekolah dasar tetapi harus menyembunyikannya.

"Kami tidak bisa begitu saja mengabaikan keberadaan kaum muda LGBT +," kata badan amal yang berbasis di Taipei itu dalam sebuah pernyataan.

Pernikahan sesama jenis dilegalkan di Taiwan pada pertengahan 2019 setelah parlemen pulau yang memiliki pemerintahan sendiri itu mengesahkan undang-undang bersejarah, yang memperkuat reputasinya sebagai mercusuar liberalisme di Asia.

Meskipun demikian, sikap konservatif sosial secara umum masih berpengaruh dan mereka yang menentang pernikahan sesama jenis mengatakan bahwa pernikahan seperti itu dapat menghancurkan masyarakat dan institusi keluarga.

Sumber: Thomson Reuters Foundation

​​​​​​​Baca juga: China tidak akan setujui pernikahan sesama jenis

Penerjemah: Gusti Nur Cahya Aryani
Editor: Yuni Arisandy Sinaga
Copyright © ANTARA 2020