Jakarta (ANTARA) - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim mengatakan peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) ke-55 Tahun 2020 dapat menjadi momentum perubahan paradigma pendidikan melalui pembelajaran literasi pada masa pandemi COVID-19.

"Saya mengapresiasi luar biasa, meski tengah mengalami berbagai keterbatasan akibat pandemi COVID-19, kita tetap bersemangat untuk mengingat pentingnya melek huruf bagi setiap manusia, komunitas, dan masyarakat, untuk melakukan komunikasi sehingga kita dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi," ujar Mendikbud saat memberikan sambutan pada Peringatan HAI Tahun 2020 secara daring, di Jakarta, Selasa.

Tema Hari Aksara Internasional ke-55 yang diusung UNESCO pada tahun ini adalah Literacy Teaching and Learning in the COVID-19 Crisis and Beyond’ with a Particular Focus on The Role of Educators and Changing Pedagogies. Berkaitan dengan tema tersebut, Kemendikbud bersama Kementerian Dalam Negeri memastikan kebijakan pembelajaran literasi di tengah pandemi terlaksana dengan baik di daerah.

Mendikbud mengatakan, dalam penuntasan buta aksara berbagai strategi dilakukan Kemendikbud, seperti pemutakhiran data buta aksara, memperluas layanan program pendidikan keaksaraan, mengembangkan sinergi dalam upaya penuntasan buta aksara dan pemeliharaan kemampuan keberaksaraan warga masyarakat, serta mengakselerasi inovasi layanan program pada daerah terpadat buta aksara.

"Kita harus mengambil hikmah dari pandemi ini. Saat pandemi selesai, kita harus yakin akan keluar menjadi pemenang yang terus memiliki harapan dan cita-cita untuk mengentaskan buta aksara dari negara kita tercinta dan bersama-sama menghadirkan pendidikan yang berkualitas bagi Indonesia maju," kata Mendikbud.

Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Menengah, Kemendikbud, Jumeri, mengatakan strategi penuntasan buta aksara beberapa tahun terakhir difokuskan pada daerah tertinggal, terdepan, terluar (3T) karena daerah tersebut sulit dijangkau, terutama di masa pandemi.

Jumeri berharap masa krisis dapat menjadi momentum bagi seluruh pihak untuk menunjukkan keberpihakannya terhadap peningkatan literasi.

“Daerah 3T adalah bagian dari NKRI yang harus diperjuangkan. Kolaborasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sangat diperlukan untuk menyukseskan pemberantasan buta aksara di Indonesia,” ujarnya.

Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Biro Pusat Statistik Tahun 2019, jumlah penduduk buta aksara telah mengalami penurunan yang cukup signifikan. Persentase buta aksara Tahun 2011 sebanyak 4,63 persen, dan pada Tahun 2019 turun menjadi 1,78 persen.

Dengan kata lain, terjadi penurunan angka buta aksara setiap tahunnya.

Baca juga: Nadiem: Pemerintah selalu berupaya mengatasi permasalahan buta aksara

Direktur Kantor UNESCO di Jakarta Shahbaz Khan mengatakan Indonesia telah menjadi salah satu contoh negara yang mampu memastikan perkembangan literasi di seluruh penjuru negeri. Namun demikian, di dunia masih memiliki tantangan global yang nyata, yaitu 773 juta penduduk usia remaja dan dewasa tidak memiliki kemampuan literasi dasar.

Baca juga: Kemendikbud: Angka buta aksara semakin menurun

"Hal yang sama juga dihadapi oleh 617 juta anak dan remaja yang belum mampu mencapai kemampuan minimal bidang membaca dan Matematika. Terdapat banyak tantangan baru yang telah memengaruhi sekolah dan pembelajaran sepanjang hayat kita, terutama remaja atau orang dewasa yang tidak atau kurang memiliki kemampuan literasi dasar,” tutur Shahbaz Khan.

Baca juga: Kemendikbud sebut enam provinsi masih tinggi angka buta aksara

Shahbaz mengapresiasi upaya Kemendikbud yang tetap memastikan terciptanya pembelajaran dan budaya literasi di masa pandemi COVID-19.

Pewarta: Indriani
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020