Jakarta (ANTARA) - Pendiri Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Harry Sufehmi, Sabtu, mengatakan untuk membantu tenaga medis menghadapi dampak pandemi COVID-19 yang semakin meluas, masyarakat bisa membantu meringankan beban mereka dengan melawan infodemik.

Di tengah wabah COVID-19 yang sudah menjadi pandemi, muncul pula fenomena infodemik yaitu banyaknya informasi yang keliru atau hoaks terkait dengan COVID-19 itu sendiri. Fenomena ini juga sudah mengglobal.

Masalah hoaks ini adalah masalah masyarakat, jadi idealnya kita sendiri, masyarakat sendiri membantu mengatasinya.

"Caranya mudah, ketika kita temukan hoaks, dan itu misalnya sumber tidak jelas, kontennya aneh, kita kasi tahu, 'Tolong dong kasi tahu atau kabarkan ke yang ngasih kamu ini sebetulnya hoaks, terus kasi tahu lagi.' Dan seterusnya sehingga akhirnya informasi sebenarnya itu jadi tersebar," ujar Harry saat konferensi pers virtual di Jakarta.

Baca juga: Pendiri Mafindo jelaskan cara simpel mengetahui berita hoaks

Baca juga: Informasi keliru soal COVID-19 hanya menambah beban psikologis

Baca juga: Pemerintah deteksi 1.125 hoaks COVID-19


Harry juga menambahkan, upaya untuk menangkal hoaks sebenarnya juga mudah. Penelitian yang dilakukan sebuah universitas di Amerika Serikat menunjukkan, apabila di suatu grup media sosial yang di dalamnya terdapat puluhan orang, cukup ada satu atau dua orang saja yang rajin mengecek kebenaran suatu berita yang dibagikan. Hal itu sudah efektif untuk menihilkan efek hoaks di grup tersebut.

"Jadi tidak perlu rame-rame, banyak-banyak, capek-capek, cukup satu dua orang saja. Mari kita bisa jadi pahlawan hoaks melawan infodemik ini. Jadi teman-teman dokter, perawat, turun ke lapangan capek menyambung nyawa untuk melawan pandemi, nah sisanya kita semua bisa jadi pahlwanan untuk lawan infodemik ini," kata Harry.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat, hingga Jumat (17/4) malam tadi terdapat 556 berita hoaks. Sementara itu, Mafindo melalui pemeriksa faktanya secara spesifik mencatat misinformasi dan disinformasi seputar COVID-19 sebanyak 301 berita hoaks hingga pukul 22.00 WIB pada Jumat kemarin.

Sementara itu, artis sekaligus influencer Yosi Mokalu atau yang lebih dikenal dengan Yosi Project Pop menilai sejak memasuki era digital dimana kemampuan untuk menyebarkan dan mendapatkan informasi masyarakat semakin cepat, belum diimbangi dengan perilaku masyarakat itu sendiri sehingga memang diperlukan adanya literasi digital.

Ketua Umum Siberkreasi itu menyatakan organisasinya terus melakukan literasi yang tidak pernah berhenti, termasuk di saat pandemi saat ini dimana orang-orang diisolasi dan semua kegiatan yang tadinya dilakukan dengan bertatap muka atau fisik (offline) beralih ke daring (online).

"Setiap Senin kita ada live streaming di Youtube. Partner kita para anggota yang berjumlah 107 di Siberkreasi pun juga melakukan kegiatan lainnya melalui media masing-masing. Sehingga literasi digital itu kalau kita mau cari (search) setiap hari dalam satu minggu pasti ada. Kenapa demikian? Karena memang harus selalu dikomunikasikan karena orang suka lupa," ujar Yosi.

Yosi dan rekan-rekannya dalam Siberkreasi bertugas mengingatkan masyarakat melalui literasi digital dengan metode over komunikasi yang salah satu tujuannya agar berita-berita hoaks yang tidak perlu dan bermunculan di saat wabah COVID-19 ini, dapat diminimalisir.

"Jadi kita komunikasikan berulang-ulang sampai akhirnya orang mulai sadar. Sebelum saya bagi (share), saya cek dulu. Itu kata kuncinya," katanya.*

Baca juga: Masyarakat harus selektif pilih informasi saat pandemi COVID-19

Baca juga: Masyarakat diminta tak mudah terprovokasi hoaks COVID-19

Baca juga: Vietnam beri hukuman denda untuk penyebar berita bohong soal COVID-19

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020