Kupang (ANTARA) - Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang Ahmad Atang menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberikan ruang bagi mantan narapidana koruptor untuk ikut dalam kontestasi pilkada sebagai putusan yang kontraproduktif.

"Putusan MK tersebut menjadi kontraproduktif di tengah kuatnya semangat dan upaya pemberantasan korupsi di satu pihak dan di pihak lain mantan koruptor diberi angin segar dalam ruang politik," kata Dr. Ahmad Atang, M.Si. di Kupang, Kamis.

Ahmad Atang mengemukakan hal itu berkaitan dengan putusan MK yang membolehkan mantan napi koruptor mencalonkan diri sebagai kepala daerah.

Baca juga: Analis: Perlu pendidikan politik cegah eks koruptor jadi kepala daerah

Baca juga: Pemerintah sambut baik putusan MK soal mantan napi korupsi


Menurut Ahmad Atang, dalam konteks political right, putusan MK yang membolehkan mantan koruptor ikut pilkada merupakan bagian dari hak politik rakyat.

Dengan demikian, suka atau tidak suka, konstitusi telah menjamin mantan koruptor mempunyai hak dipilih. Oleh karena itu, nasibnya sangat tergantung pada partai politik dan masyarakat yang mempunyai hak pilih, kata mantan Pembantu Rektor I UMK itu.

Mahkamah Konstitusi (MK) menerima sebagian permohonan uji materi pasal pencalonan mantan narapidana sebagai kepala daerah yang termuat dalam Pasal 7 Ayat (2) Huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.

Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang.

Baca juga: Komnas HAM hormati putusan MK soal mantan napi korupsi

Salah satu poin yang menjadi putusan MK adalah mantan narapidana dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah hanya apabila yang bersangkutan telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah selesai menjalani pidana penjara.

Selanjutnya, seorang calon kepala daerah yang merupakan mantan narapidana harus mengumumkan latar belakang dirinya sebagai seorang mantan napi.

Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019