Jakarta (ANTARA) - Rokok elektrik atau biasa kita kenal dengan vape, semakin berkembang penggunaannya di Indonesia. Saat ini terdapat sekitar 1,6 juta pengguna vape di Indonesia.

Pada November 2019 BPOM mengajukan usulan pelarangan penggunaan vape di Indonesia karena dinilai mengandung bahan-bahan berbahaya.

Menurut Ketua Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Aryo Andrianto, pelarangan total terhadap vape justru akan menghilangkan fungsi kontrol yang akan menyebabkan bermunculan produsen yang tidak terawasi.

Selain itu menurut Aryo sampai saat ini belum ada kajian holistik terbuka yang melibatkan kedua belah pihak tentang vape ini. “Memang cairan untuk vape ini tidak sepenuhnya aman tetapi jauh lebih aman ketimbang rokok konvensional,” kata Aryo.

Menurut Kemenkes Indonesia yang dilansir di situs web resmi mereka, terdapat lebih dari 4.000 bahan kimia terdapat di dalam rokok konvensional. Ratusan di antaranya zat beracun dan sekitar 70 bahan di dalamnya dapat menyebabkan kanker.

Maka dari itu, menurut Aryo, lebih baik membuat regulasi yang ketat bukan pelarangan. Jika vape dilarang maka dikhawatirkan para pengguna vape sekarang akan kembali ke rokok konvensional.

“Kami dengan senang hati akan bekerja sama dengan pemerintah jika dilibatkan untuk melakukan penelitian sebagai dasar perumusan keputusan nantinya,” kata Aryo.
Penasihat Asosiasi Vapers Indonesia Dimasz Jeremia (kiri) berfoto dengan pembicara lain dalam acara diskusi "Quo Vadis Vape di Indonesia - Pelarangan Bukan Jawaban" di Jakarta, Jumat (15/11/2019). ANTARA/Katriana/aa.


Di Inggris, vape sendiri diperlakukan sebagai alternatif untuk mereka yang ingin berhenti merokok. Dibarengi dengan regulasi yang ketat, bahkan Public Health England mengatakan bahwa vape 95 persen lebih aman dari rokok konvensional.

Aryo juga menjelaskan bahwa telah dicanangkan kode etik yang telah disetujui oleh para produsen vape. Isinya antara lain tegas tidak menjual ke konsumen di bawah usia 18 tahun, kebenaran isi sesuai dengan yang tercantum di kemasan, serta bersama-sama menjaga ketat penyalahgunaan bahan narkotika dalam pembuatan cairan vape.

Menurut Ketua Aliansi Pengusaha Penghantar Nikotin Elektronik Indonesia (Appnindo) Syaiful Hayat industri vape telah menyerap puluhan ribu tenaga kerja lokal, dan bahan pembuatannya adalah tembakau lokal yang tidak diserap oleh produsen rokok.

Selain itu, vape telah menyumbangkan sekitar Rp700 miliar untuk cukai yang disetorkan. Angka tersebut muncul karena vape dikenakan cukai Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) sebesar 57 persen dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hasil tembakau 9,1 persen.

Dengan angka tersebut, industri rokok elektrik dapat menjadi industri baru yang memiliki potensi pertumbuhan yang besar.

(Advertorial)

Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2019