Tidak ada kaitan antara biota laut ditemukan mati dengan aktivitas kegempaan di dasar laut
Ambon (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengklarifikasi berbagai biota laut yang ditemukan mati mendadak di pesisir pantai Desa Lolonluan, Kecamatan Tanimbar Utara, Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) tidak terkait dengan aktivitas gempa.

"Tidak ada kaitan antara biota laut yang ditemukan mati dan terdampak di darat dengan aktivitas kegempaan yang terjadi di dasar laut," kata ahli tsunami BNPB Abdul Muhari, dalam siaran pers diterima ANTARA, Selasa.

Ia membantah informasi yang berkembang bahwa fenomena biota laut mati dan terdampar di pesisir pantai merupakan tanda-tanda akan terjadi gempa besar di wilayah itu.

Menurut dia, hingga saat ini belum ada penelitian yang menyimpulkan keterkaitan antara biota laut permukaan dengan aktivitas kegempaan dari laut yang biasanya bersumber pada lempeng dengan kedalaman lebih dari 1.000 meter.

Baca juga: Warga heboh, ikan mati massal di pantai Lolonluan terjadi dua kali

Baca juga: Ribuan ikan mati di Pantai Jetis, ini kemungkinan penyebabnya


"Biota-biota yang selama ini seringkali mati dalam jumlah besar, kemudian terdampar di pantai adalah biota permukaan atau biota laut dangkal-karang, bukan biota laut dalam," ujar Muhari.

Fenomena terdamparnya biota laut dangkal, katanya, sering kali disebabkan oleh fenomena upwelling atau arus naik ke permukaan.

Biasanya fenomena itu membawa planton atau zat hara yang menjadi makanan biota laut dangkal.

Fenomena itu, bukan merupakan efek aktivitas lempeng atau sesar. Peristiwa yang terjadi juga juga tidak merujuk pada tanda-tanda akan muncul gempa besar.

"Jadi rumor bahwa akan terjadi gempa besar menyusul matinya biota laut di Desa Lolonluan adalah informasi bohong dan tidak bisa dipertanggungjawabkan sumbernya," katanya.

Sementara itu, BMKG mencatat hingga Senin (14/10) terjadi 1.516 gempa susulan  usai peristiwa gempa mengguncang tiga wilayah di provinsi Maluku bermagnitudo 6.8 yang kemudian dimutakhirkan menjadi M 6,5 SR, Kamis (26/9).

Dari jumlah tersebut, 175 gempa susulan dirasakan oleh warga serta menyebabkan 148.619 warga masih mengungsi.

Total rumah rusak di wilayah terdampak yakni Kabupaten Maluku Tengah, Seram Bagian Barat dan Kota Ambon mencapai 6.355 unit dengan rincian total rusak berat 1.273 unit, rusak sedang 1.837 dan rusak ringan 3.245, sedangkan korban meninggal tercatat 41 jiwa dan terluka sebanyak 1.602.

Kabupaten Maluku Tengah dan SBB masih melakukan upaya penanganan darurat hingga 16 Oktober 2019. Sedangkan Provinsi Maluku dan Kota Ambon sudah melakukan upaya-upaya transisi darurat ke pemulihan.

Baca juga: Hoaks, ikan mati massal di pantai Ambon pertanda tsunami

Pewarta: Jimmy Ayal
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019