Penggabungan SKM dan SPM supaya cukai yang dikenakan kepada pabrik rokok besar tidak sama dengan pabrikan rokok kecil
Jakarta (ANTARA) - Asosiasi pabrikan rokok kecil yang tergabung dalam Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) mendesak Pemerintah agar merumuskan kebijakan cukai yang adil, agar kecurangan yang dilakukan oleh pabrikan rokok besar asing dapat diminimalisir.

Untuk itu, Pemerintah sebaiknya menggabungkan produksi Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) agar produksinya menjadi tiga miliar batang per tahun, sehingga pabrikan besar membayar tarif cukai rokok tertinggi, yakni golongan 1.

“Penggabungan SKM dan SPM supaya cukai yang dikenakan kepada pabrik rokok besar tidak sama dengan pabrikan rokok kecil. Ada pabrik besar asing cukai produk SKM-nya golongan satu, tapi SPM masuk golongan dua. Ini tidak adil," kata Ketua Harian Formasi Heri Susianto, dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Menurut Heri, siasat yang digunakan pabrikan besar adalah dengan membatasi volume produksinya agar tetap di bawah golongan 1, yakni 3 miliar batang per tahun, sehingga terhindar dari kewajiban membayar tarif cukai tertinggi. Padahal tarif cukai golongan 2 SPM dan SKM lebih murah sekitar 50 - 60 persen dibandingkan golongan 1.

Ia mencontohkan pada golongan 1 di segmen rokok mesin SPM, Marlboro (Philip Morris Indonesia) menggunakan tarif cukai Rp625 per batang. Namun untuk golongan 2A, produk rokok mesin SPM Mevius milik Japan Tobacco Indonesia, memakai tarif Rp370 per batang atau 40 persen lebih rendah dari tarif golongan 1. Produk SPM milik perusahaan besar asing lainnya juga turut menikmati tarif murah, yaitu Lucky Strike dan Dunhill yang diproduksi oleh Bentoel grup atau British American Tobacco serta Esse Blue yang dibuat oleh Korea Tomorrow & Global juga menggunakan tarif Rp370 per batang.

Permasalahan tarif murah juga terjadi di segmen SKM, A Mild (HM Sampoerna), Djarum Super (Djarum), dan Gudang Garam Surya (Gudang Garam) yang masuk dalam golongan 1, menggunakan tarif Rp 590 per batang. Namun produk SKM milik Korea Tomorrow & Global, Esse Mild, memakai tarif golongan 2 sebesar Rp385 per batang.

Sebelumnya Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) merilis data adanya potensi kehilangan pendapatan negara akibat pabrikan rokok besar membayar tarif cukai murah, mencapai Rp 926 miliar.

Data INDEF menunjukkan terdapat pabrikan asing yang memproduksi SPM sebanyak 2,9 miliar batang atau hanya 100.000 di bawah batas 3 miliar batang agar mereka terhindar dari cukai tertinggi dan cukup membayar tarif golongan 2 yang nilainya jauh lebih murah.

“Dia menahan produksi, lalu gantinya dia menciptakan merek baru. Padahal kalau ditotal jumlahnya lebih dari tiga miliar batang,” kata Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad.

Baca juga: Indef nilai kenaikan tanda penentuan cukai rokok bermasalah

Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019