Batas usia 19 tahun cukuplah. Artinya, secara pendidikan dia sudah lulus SMA, kalau 16 tahun kan dia hanya lulus SD atau SMP, katanya
Purwokerto (ANTARA) - Pusat Pelayanan Terpadu Penanganan dan Perlindungan Korban Kekerasan Berbasis Gender dan Anak (PPT-PKBGA) Kabupaten Banyumas menyambut positif pengesahan revisi terbatas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, kata Ketua PPT-PKBGA Kabupaten Banyumas Tri Wuryaningsih.

"Usulan (revisi) itu sebetulnya sudah lama. Kita menyuarakan untuk memperbaiki UU Perkawinan di mana (batas usia) perempuan itu 16 tahun dan laki-laki 19 tahun itu, kita kan memang punya latar belakang pernikahan dini yang luar biasa, angkanya selalu bertambah di Indonesia," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Kamis.

Padahal, kata dia, pernikahan dini merupakan salah satu penyebab kerentanan rumah tangga karena secara ekonomi, sosial, dan mental belum mapan sehingga akan terjadi kerawanan di tingkat keluarga sehingga dapat berdampak pada perceraian dan sebagainya.

Menurut dia, pernikahan dini juga dapat memicu terjadinya perdagangan manusia (human trafficking) ketika secara ekonomi tidak mapan dan harus menghidupi rumah tangganya.

Baca juga: DPR sahkan UU Pekawinan atur batasan usia menikah

"Berangkat dari itu kan kemudian dampak-dampak sosialnya banyak dan panjang. Ini yang mendasari kami untuk mengusulkan revisi UU Perkawinan dan alhamdulillah disetujui (batas usia perkawinan bagi perempuan dan lak-laki) 19 tahun," kata Dosen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto itu.

Lebih lanjut, Triwur (panggilan akrab Tri Wuryaniningsih, red.) mengatakan, secara medis, perempuan yang berusia kurang dari 20 tahun sangat berpotensi terkena kanker mulut rahim.

Menurut dia, alasan medis itu pula yang menjadikan dasar untuk mengusulkan revisi UU Perkawinan di mana batas usia perempuan perlu dinaikkan.

"Batas usia 19 tahun cukuplah. Artinya, secara pendidikan dia sudah lulus SMA, kalau 16 tahun kan dia hanya lulus SD atau SMP," katanya.

Baca juga: Menteri PPPA: Perkawinan anak di Indonesia sangat memprihatinkan

Kendati demikian, dia mengakui jika sebenarnya banyak pasal dalam UU Perkawinan yang perlu direvisi, beberapa di antaranya bias gender khususnya yang mengatur hak-hak perempuan dan laki-laki.

Namununtuk sementara, kata dia, revisi yang diusulkan terbatas pada usia karena hal itu yang dianggap paling krusial untuk direvisi.

"Alhamdulillah disetujui 19 tahun dan sekarang telah disahkan," tegasnya.

Sebelumnya Rapat Paripurna DPR RI mengesahkan revisi terbatas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menjadi UU, salah satu pasal yang direvisi adalah batasan usia menikah bagi laki-laki dan perempuan yaitu 19 tahun.

Baca juga: Kemensos: Batas usia perkawinan 19 tahun untuk perlindungan anak

Namun dispensasi bisa diberikan, ujarnya, tapi harus melalui pengadilan yang diajukan oleh orang tua pihak laki-laki dan/atau perempuan serta harus disertai dengan alasan-alasan yang kuat.

Pengadilan juga harus menghadirkan calon laki-laki dan perempuan yang akan melangsungkan perkawinan.

Pewarta: Sumarwoto
Editor: Edy Supriyadi
Copyright © ANTARA 2019