Jakarta (ANTARA) - Budayawan Betawi, Ridwan Saidi mengatakan upaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) memindahkan ibu kota negara seperti pergerakan tanpa bola.

"Apa yang dilakukan Jokowi sekarang kalau diibaratkan dalam sepakbola seperti pergerakan tanpa bola," ujar pria yang akrab disapa Babe di Gedung MPR/DPR Jakarta, Selasa.

Baca juga: Mahfud MD: Tiada pelanggaran prosedur dalam pemindahan ibu kota

Baca juga: Memahami pentingnya pemindahan ibu kota negara ke Kaltim

Baca juga: Pindah ibu kota, Kalimantan Timur bisa jadi "Bali Baru"


Di dalam sepak bola, ada istilah pergerakan tanpa bola yang dilakukan dengan bergerak ke sana kemari tak terarah agar dapat memancing musuh-musuh keluar dari daerah pertahanannya.

Jika musuh sudah keluar, akan mudah bagi penyerang memasukkan gol. "Terpaksa dia (Presiden Jokowi) ngomong (soal pindah) ibu kota," kata Ridwan.

Oleh karena itu, Ridwan berpesan hendaknya masyarakat mengabaikan isu pemindahan ibu kota itu dan fokus pada permasalahan yang lebih penting.

"Kita buat dia bingung rakyat Indonesia ini arahnya ke mana. Ajaran strategi perang mengatakan kalau kamu harus menempatkan lawanmu dalam posisi tidak tahu lagi apa yang akan dia pertahankan, dan apa lagi yang ingin dia serang," ujar Ridwan.

Baca juga: 180.000 ASN siap-siap pindah ke Kaltim

Baca juga: Kang Emil: Beri masukan ibu kota sebagai anak bangsa

Baca juga: Ridwan Kamil temui Presiden Jokowi bahas desain ibu kota


Sementara itu, Politikus Senior Partai Amanat Nasional, Amien Rais mengatakan wacana pemindahan ibu kota akan lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya. "Pak Jokowi sudah, tidak usah basa-basi lagi, langsung saja dibatalkan," kata Amien.

Amien mengatakan pemerintah saat ini terlihat amatir dalam mengurus negara. Ia mengambil contoh konflik Papua yang sudah mendapat tekanan internasional untuk segera diselesaikan, tapi pemerintah menganggapnya masih tidak apa-apa.

"Apakah pemerintahan ini masih bisa bertahan? Saya berdoa agar pemerintahan saat ini bisa mencapai apa yang ingin dicapainya," kata Amien.

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019