Kendari (ANTARA) - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Kolaka Utara (Kolut), Sulawesi Tenggara (Sultra), menggencarkan pelatihan kapasitas penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Kepala DP3A Kabupaten Kolut Hj A. Darwisah dihubungi dari Kendari, Selasa, mengatakan pelatihan tersebut diikuti sebanyak 70 peserta dari berbagai instansi, termasuk juga oleh UPTD dan Admin Simfoni PPA.
"Pelatihan ini adalah investasi penting untuk memastikan petugas memiliki keterampilan yang relevan, dari manajemen kasus hingga pelaporan digital," kata Darwisah.
Dia menyebutkan sebanyak 36 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak hingga Oktober 2025 ini. Data tersebut menunjukkan peningkatan terhadap kepercayaan dan tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk melaporkan peristiwa kekerasan yang dialami.
Dari 36 kasus yang tercatat itu, terdiri dari 23 kasus terhadap anak dan 13 kasus terhadap perempuan. Kemudian, sebanyak 25 kasus telah berhasil dilaporkan melalui sistem digital Simfoni PPA versi 3 itu.
Darwisah juga memberikan apresiasi atas perubahan perilaku masyarakat yang telah berani melaporkan kejadian kekerasan terhadap perempuan dan anak di wilayah Kabupaten Kolut.
“Sekarang masyarakat sudah berani melapor, baik melalui layanan SAPA 129 maupun langsung ke UPTD PPA. Hal ini wujud perkembangan positif karena menunjukkan bahwa kasus tidak lagi dibiarkan dan korban mulai mendapat akses perlindungan,” ujarnya.
Meskipun tingkat pelaporan meningkat, Darwisah mengakui penanganan kasus harus didukung oleh kualitas sumber daya manusia (SDM) yang memadai.
"Kita mengakui perlunya peningkatan kapasitas pada aspek manajemen kasus dan sistem pelaporan digital agar korban bisa mendapatkan pendampingan cepat dan sesuai standar,” ujarnya.
DP3A Kolaka Utara berharap melalui penguatan kapasitas petugas tersebut, penerapan sistem pelaporan digital yang lebih baik, dan kolaborasi lintas sektor, Kabupaten Kolaka Utara dapat mempercepat respons dan memastikan setiap korban mendapat perlindungan dan keadilan yang layak.
“Tugas kita memastikan korban tidak sendirian menghadapi trauma. Dengan pelatihan ini, kita optimistis dapat memastikan perlindungan yang lebih baik,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Bupati Kolaka Utara H. Jumarding menegaskan bahwa penanganan kekerasan adalah tanggung jawab kolektif. Ia juga menyoroti pentingnya sinergi semua elemen masyarakat.
“Kekerasan ini tidak bisa diatasi sendiri. Orang tua, guru, tokoh masyarakat, dan media juga punya peran besar,” ungkap Jumarding.
Ia berpesan agar orang tua dan pihak sekolah, termasuk pesantren agar membangun komunikasi intensif, misalnya lewat grup khusus, untuk meningkatkan pengawasan.
"Hal ini penting untuk mencegah potensi kelalaian yang dapat menjadi celah terjadinya kekerasan," ujarnya.

