Kendari (ANTARA) - Dinas Perkebunan Sulawesi Tenggara menyebutkan bahwa harga biji kakao (nonfermentasi) yang dijual pada sejumlah pusat penjualan hasil bumi di Kota Kendari Sultra naik menjadi Rp110.000 per kilogram.
Keterangan dari Dinas Perkebunan Provinsi Sultra, Rabu, menyebutkan kenaikan harga kakao yang dinilai memberi kegembiraan pada petani itu karena permintaan pasar akhir-akhir ini cukup bagus dengan kadar kekeringan di atas 10 persen.
"Kenaikan harga hingga mencapai Rp110 ibu per kilo gram itu ditingkat petani sejak memasuki tahun 2025, yang sebelumnya hanya berkisar Rp100 ribuan," kata Plt Sekertaris Disbun dan Hortikultura Sultra Ihlas Landu saat dikonfirmasikan.
Sementara di tingkat pedagang pengumpul bisa mencapai Rp115.000 hingga Rp120.000 per kilogram.
Ia mengatakan bahwa harga kakao bervariasi itu sudah menjadi ketentuan pasar, di samping tempat atau waktu di mana produk kakao itu dibeli.
"Jadi naik atau turunnya harga setiap komoditas itu juga tergantung dari kondisi cuaca, artinya bila musim panas, maka harganya tentu akan lebih baik, bila kondisi hujan maka ikut mempengaruhi kadar air sehingga harga juga turun," ujarnya.
Ia mengatakan bahwa kondisi musim hujan yang tidak menentu kini tidak hanya mempengaruhi harga kakao namun terjadi pada komoditas perkebunan lain, sebut saja cengkih, pala, kemiri dan lada yang cenderung alami penurunan.
Produk biji kakao yang mendominasi di pasaran, tidak lagi datang dari Kabupaten Kolaka dan Kolaka Timur tapi sudah hampir merata dari beberapa produk kakao dari kabupaten lain di Sultra seperti Konawe Selatan, Konawe dan Bombana.
"Hanya memang, para pedagang dengan harga senilai itu , benar-benar kualitas sudah sesuai pasar. Sedangkan bila ada yang kadar airnya masih tinggal maka pedagang hanya bisa membeli di bawah harga Rp27.000 hingga Rp28.000 per kilogram," papar dia.