Jakarta, Antara Sultra - Presiden Joko Widodo menggelar pertemuan dengan
sejumlah menteri membahas Rancangan Peraturan Presiden tentang
Pendidikan Karakter di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa.
"Kami baru saja bertemu dengan Bapak Presiden. Tadi ada Menko PMK,
Mendikbud, Mensesneg dan Seskab untuk membahas bagaimana kelanjutan dari
Rancangan Perpres mengenai Pendidikan Karakter," kata Menteri Agama
Lukman Hakim Saifuddin ditemui usai pertemuan tertutup itu.
Lukman menyebutkan sesuai amanah Nawacita, perlu dikedepankan
penguatan pendidikan karakter terdiri dari nilai-nilai integritas,
religius, nasionalisme, juga terkait dengan kemadirian dan gotong
royong.
"Inilah yang nanti akan lebih ditekankan kepada seluruh peserta
didik, siswa-siswi kita di sekolah-sekolah, madrasah kita. Intinya
adalah penguatan pendidikan karakter," katanya.
Menurut dia, Perpres itu nantinya akan menggantikan peraturan yang
pernah diterbitkan dalam bentuk peraturan menteri yaitu Permendikbud
Nomor 23 Tahun 2017.
Pembahasan Rancangan Perpres, lanjut Lukman, akan melibatkan
seluruh pemangku kepentingan termasuk ormas keagamaan yang mengelola
banyak sekali lembaga pendidikan di Tanah Air seperti pondok pesantren,
madrasah diniyah dan lembaga pendidikan lainya.
Ketika ditanya berapa jam idealnya pendikan karakter di sekolah,
Lukman mengatakan teknisnya akan dirumuskan secara bersama.
Menurut dia, Mendikbud sudah menyiapkan draftnya, yang akan menjadi
dasar pembahasan berikutnya sehingga ketika akhirnya Perpres itu
diterbitkan sudah ada pemahaman yang sama sehingga tidak terbuang lagi
energi bangsa untuk membahas persaoalan yang semestinya sudah dapat
diselesaikan.
Mengenai kapan Perpres akan diberlakukan, Menag mengatakan dari sisi waktu akan diusahakan secepatnya.
"Dalam hal ini Presiden telah menunjuk Menko PMK sebagai leading sektor yang akan menangani kegiatan ini," katanya.
Lukman menegaskan dalam pembahasan Rancangan Prepres itu akan
diundang sebanyak mungkin kalangan sehingga dapat ditampung aspirasinya
dan semua terwadahi dalam rancangan Perpres tersebut.
Sementara itu mengenai lima hari sekolah atau full day school,
Lukman mengatakan istilah itu tidak digunakan dalam Rancangan Perpres
itu.
"Karena kalau itu dikedepankan akan banyak merugikan pondok
pesantren, madrasah kita yang waktu pendidikannya siang atau sore hari,
selain anak-anak kita kalau sore juga ada pelajaran yang lain," katanya.
Menurut dia, yang dikedepankan adalah pendidikan karakternya,
implikasinya nanti diharapkan ada fleksibilitas dalam upaya penguatan
karakter itu.
"Bagi yang dimungkinkan lima hari ya silakan, yang enam hari karena
pertimbangan situasi dan kondisi ya bisa saja, karena beda-beda satu
dengan lainnya," kata Lukman Hakim.