Makassar (ANTARA) - Seratusan mantan Ketua Rukun Warga dan Rukun Tetangga (RT/RW) menolak kebijakan Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto atas pergantian jabatan dengan menunjuk Penanggung Jawab (PJ) sebagai pengganti jabatan RT/RW setempat.
"Kami menuntut kejelasan regulasinya, dengan menyampaikan aspirasi ini ke dewan agar bisa segera ditindaklanjuti," tutur Juru Bicara aksi, Junaedi, di kantor DPRD Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa.
Menurut dia, ada dua tuntutan yang disampaikan dalam aksi itu, yakni menolak pengangkatan PJ Ketua RT/RW dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM).
Kemudian, mendesak Wali Kota melaksanakan tahapan pemilihan sesuai aturan yang berlaku dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 41 tahun 2001 tentang pedoman pembentukan LPM.
Selain itu, diminta segera dilaksanakan pemilihan sesuai aturan dengan waktu 3 kali 24 jam agar tidak terjadi kegaduhan yang selama ini berpolemik di berbagai kecamatan.
"Kami menilai kebijakan itu cacat prosedur hukum. Sebab, pengurusan RT/RW dan LPM berakhir apabila sudah terbentuk kepengurusan baru. Sampai sekarang tidak ada pengurus baru, kalaupun ada PJ kapan dipilih. Ini kan caranya main tunjuk-tunjuk saja," ucap Junaedi menekankan.
Bahkan Peraturan Wali Kota (Perwali) Makassar Nomor 27 tahun 2022 tentang Penataan Kelembagaan dan Perkuatan Fungsi Ketua RT dan Ketua RW yang dikeluarkan pada 1 Maret 2022, kata dia, bertentangan dengan Perda. Padahal, Perwali merupakan turunan dari Perda yang sudah ada.
Saat ini ada 5.975 ketua RT/RW yang digantikan dengan PJ untuk mengisi kekosongan jabatan, sehingga diduga ada unsur diskriminatif penunjukan PJ Ketua RT/RW dari dampak dukungan politik pada Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar pada tahun 2020 lalu.
Ketua RT/RW di Makassar diberikan gaji sebesar Rp1 jutaan per orang dan diterima per tiga bulan berlaku pada 1 Oktober 2020. Dasarnya mengacu pada Perwali Nomor 57 Tahun 2020 tentang Penetapan Insentif RT/RW Kota Makassar yang dianggarkan dari APBD.
Sebelumnya, Wali Kota Makassar, Moh Ramdhan Pomanto merespons penolakan pengangkatan ribuan PJ Ketua RT/RW. Kebijakan itu diambil, kata pria yang akrab disapa Danny Pomanto hanya untuk mengisi kekosongan jabatan di tingkat level paling bawah sampai masa jabatan habis.
"Tidak ada alasan ribut-ribut. Ada juga kirim pesan ke saya kenapa diganti, tidak diganti, tapi memang masa jabatan sudah berakhir. Wali kota saja diganti. Pengangkatan (PJ) itu hanya sementara waktu saja," katanya berdalih.*
"Kami menuntut kejelasan regulasinya, dengan menyampaikan aspirasi ini ke dewan agar bisa segera ditindaklanjuti," tutur Juru Bicara aksi, Junaedi, di kantor DPRD Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa.
Menurut dia, ada dua tuntutan yang disampaikan dalam aksi itu, yakni menolak pengangkatan PJ Ketua RT/RW dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM).
Kemudian, mendesak Wali Kota melaksanakan tahapan pemilihan sesuai aturan yang berlaku dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 41 tahun 2001 tentang pedoman pembentukan LPM.
Selain itu, diminta segera dilaksanakan pemilihan sesuai aturan dengan waktu 3 kali 24 jam agar tidak terjadi kegaduhan yang selama ini berpolemik di berbagai kecamatan.
"Kami menilai kebijakan itu cacat prosedur hukum. Sebab, pengurusan RT/RW dan LPM berakhir apabila sudah terbentuk kepengurusan baru. Sampai sekarang tidak ada pengurus baru, kalaupun ada PJ kapan dipilih. Ini kan caranya main tunjuk-tunjuk saja," ucap Junaedi menekankan.
Bahkan Peraturan Wali Kota (Perwali) Makassar Nomor 27 tahun 2022 tentang Penataan Kelembagaan dan Perkuatan Fungsi Ketua RT dan Ketua RW yang dikeluarkan pada 1 Maret 2022, kata dia, bertentangan dengan Perda. Padahal, Perwali merupakan turunan dari Perda yang sudah ada.
Saat ini ada 5.975 ketua RT/RW yang digantikan dengan PJ untuk mengisi kekosongan jabatan, sehingga diduga ada unsur diskriminatif penunjukan PJ Ketua RT/RW dari dampak dukungan politik pada Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar pada tahun 2020 lalu.
Ketua RT/RW di Makassar diberikan gaji sebesar Rp1 jutaan per orang dan diterima per tiga bulan berlaku pada 1 Oktober 2020. Dasarnya mengacu pada Perwali Nomor 57 Tahun 2020 tentang Penetapan Insentif RT/RW Kota Makassar yang dianggarkan dari APBD.
Sebelumnya, Wali Kota Makassar, Moh Ramdhan Pomanto merespons penolakan pengangkatan ribuan PJ Ketua RT/RW. Kebijakan itu diambil, kata pria yang akrab disapa Danny Pomanto hanya untuk mengisi kekosongan jabatan di tingkat level paling bawah sampai masa jabatan habis.
"Tidak ada alasan ribut-ribut. Ada juga kirim pesan ke saya kenapa diganti, tidak diganti, tapi memang masa jabatan sudah berakhir. Wali kota saja diganti. Pengangkatan (PJ) itu hanya sementara waktu saja," katanya berdalih.*