Kendari (Antara News) - Pemerintah Kabupaten Konawe tetap mempertahankan budidaya tanaman sagu sebagai salah satu bahan makanan pokok "Sinonggi" bagi masyarakat di daerah itu.
Kepala Badan Penyuluh Pertanian, Perikanan, Pangan dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Konawe, Muhammad Akbar di Kendari, Sabtu, mengatakan perlunya membudidayakan tanaman sagu itu, karena dari hari ke hari potensi tanaman itu mulai berkurang akibat alih fungsi lahan yang dulunya tanaman bisa tumbuh di daerah lembah diganti dengan perkebunan kelapa sawit dan areal tambang.
"Di Kabupaten Konawe pada umumnya tanaman sagu sangat berlimpah, namun seiring masuknya perusahaan-perusahaan yang bergerak di pengelolaan minyak sawit, keberadaan tanaman sagu mulai terancam," ujarnya.
Saat ini sagu atau yang akrab disebut tawaro oleh masyarakat suku Tolaki hanya digunakan sebagai kebutuhan pangan lokal. Hal ini membuat Organisasi Pangan dan Pertanian Food and Agriculture Organization (FAO) baru-baru ini turun melakukan peninjauan di Konawe guna melakukan pembudidayaan sagu.
Selain itu, tujuan diterjunkannya tim dari organisasi pangan ini adalah untuk mengantisipasi semakin sempitnya lahan tempat berkembangbiaknya sagu yang disebabkan oleh belum adanya kesadaran masyarakat untuk menjadikan sagu sebagi olahan yang bisa mendatangkan rupiah.
Menurut Akbar, kedatangan tim konsultan FAO untuk memberikan sosialisasi mengenai pembudidayaan sagu. Karena selama ini pengelolaan sagu hanya sebatas untuk kebutuhan pangan saja, bahkan dari hasil tinjauan lapangan kebanyakan pohon sagu dibiarkan tumbuh tanpa adanya perawatan yang baik oleh masyarakat.
"Masyarakat belum terpikirkan membudidayakan tanaman sagu tersebut, karena selama ini sagu-sagu hanya tumbuh liar di daerah-daerah rawa dan masyarakat tinggal mengelolahnya untuk dijadikan bahan makanan," ujarnya.
Sementara mereka (masyarakat-red) tidak sadar bahwa kebanyakan masyarakat masih menggantungkan kebutuhan makanannya kepada tanaman sagu.
Potensi sagu di Konawe sangat besar untuk dibudidayakan dan perlu wawasan baru dalam pengelolaannya. Selain sebagai bahan makanan, sagu juga dapat dimanfaatkan sebagai industri lem kayu lapis dan bioetanol, sehingga bila dikelola dengan baik akan banyak manfaat bagi kesejahteraan masyarakat setempat.
Luas areal kawasan tanaman sagu di Konawe hanya tersisa 2.068 hektare dan tersebar di 22 wilayah kecamatan di Konawe. Jika dibandingkan dengan data sebelumnya, luasan yang ada saat ini mengalami penurunan disebabkan adanya alih fungsi lahan.
Kepala Badan Penyuluh Pertanian, Perikanan, Pangan dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Konawe, Muhammad Akbar di Kendari, Sabtu, mengatakan perlunya membudidayakan tanaman sagu itu, karena dari hari ke hari potensi tanaman itu mulai berkurang akibat alih fungsi lahan yang dulunya tanaman bisa tumbuh di daerah lembah diganti dengan perkebunan kelapa sawit dan areal tambang.
"Di Kabupaten Konawe pada umumnya tanaman sagu sangat berlimpah, namun seiring masuknya perusahaan-perusahaan yang bergerak di pengelolaan minyak sawit, keberadaan tanaman sagu mulai terancam," ujarnya.
Saat ini sagu atau yang akrab disebut tawaro oleh masyarakat suku Tolaki hanya digunakan sebagai kebutuhan pangan lokal. Hal ini membuat Organisasi Pangan dan Pertanian Food and Agriculture Organization (FAO) baru-baru ini turun melakukan peninjauan di Konawe guna melakukan pembudidayaan sagu.
Selain itu, tujuan diterjunkannya tim dari organisasi pangan ini adalah untuk mengantisipasi semakin sempitnya lahan tempat berkembangbiaknya sagu yang disebabkan oleh belum adanya kesadaran masyarakat untuk menjadikan sagu sebagi olahan yang bisa mendatangkan rupiah.
Menurut Akbar, kedatangan tim konsultan FAO untuk memberikan sosialisasi mengenai pembudidayaan sagu. Karena selama ini pengelolaan sagu hanya sebatas untuk kebutuhan pangan saja, bahkan dari hasil tinjauan lapangan kebanyakan pohon sagu dibiarkan tumbuh tanpa adanya perawatan yang baik oleh masyarakat.
"Masyarakat belum terpikirkan membudidayakan tanaman sagu tersebut, karena selama ini sagu-sagu hanya tumbuh liar di daerah-daerah rawa dan masyarakat tinggal mengelolahnya untuk dijadikan bahan makanan," ujarnya.
Sementara mereka (masyarakat-red) tidak sadar bahwa kebanyakan masyarakat masih menggantungkan kebutuhan makanannya kepada tanaman sagu.
Potensi sagu di Konawe sangat besar untuk dibudidayakan dan perlu wawasan baru dalam pengelolaannya. Selain sebagai bahan makanan, sagu juga dapat dimanfaatkan sebagai industri lem kayu lapis dan bioetanol, sehingga bila dikelola dengan baik akan banyak manfaat bagi kesejahteraan masyarakat setempat.
Luas areal kawasan tanaman sagu di Konawe hanya tersisa 2.068 hektare dan tersebar di 22 wilayah kecamatan di Konawe. Jika dibandingkan dengan data sebelumnya, luasan yang ada saat ini mengalami penurunan disebabkan adanya alih fungsi lahan.