Jakarta (ANTARA News) - Anggota Ombudsman RI Dr Laode Ida mengharapkan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat segera menyita harta tersangka
korupsi Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam yang terlibat dalam kasus
kebijakan dan perolehan "commitment fee" pertambangan nikel.
"KPK harus memanfaatkan kasus Nur Alam untuk berkontribusi pada
pemasukan negara. Kebetulan sekali pemerintah sedang kesulitan anggaran,
sehingga dengan gerakan cepat KPK bisa secara nyata memberi gambaran
besaran dana yang bisa diperoleh dari kasus ini," katanya kepada pers di
Jakarta, Kamis.
Anggota Ombudsman tersebut mengemukakan keterangan itu terkait
ditetapkannya Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam belum lama berselang
sebagai tersangka kasus korupsi.
Nur Alam diduga menyalahgunakan wewenang dalam pemberian izin
pertambangan nikel di dua kabupaten di Sultra pada 2009-2014.
Penyidik KPK telah menemukan dua alat bukti dan sedang
diperbanyak lagi serta telah menetapkan Nur Alam sebagai tersangka.
Menurut Laode Ida, potensi pemasukan negara dari kasus korupsi
Nur Alam sangat besar. Kekayaan Nur Alam diindikasikan berlebihan dan
tidak masuk akal. Sumber utama dari kekayaannya berasal dari para
pemilik izin pertambangan yang tidak membayar pajak, royalti, dan dana
rehabilitasi lingkungan.
Selain harta Nur Alam yang diindikasikan diperoleh secara ilegal,
harta pihak-pihak yang juga menikmati aliran dana seperti yang
diindikasikan oleh KPK juga harus disita, sehingga tidak ada penikmat
"harta ilegal" yang disisakan.
Dalam kaitan ini setidaknya ada dua cara yang bisa dilakukan KPK
bekerja sama dengan pemerintah, yakni memaksa para pemilik administrasi
izin pertambangan untuk segera melunasi semua kewajibannya dan atau
membatalkan sekaligus melelang izin-izin pertambangan yang bermasalah
itu, kata Laode Ida.
"Dengan strategi seperti ini kontribusi KPK dalam tugas
pemberantasan korupsi akan terlihat secara nyata," katanya sambil
menambahkan bahwa KPK seharusnya tidak hanya menggunakan anggaran negara
yang besar dalam menjalankan tugasnya, melainkan juga memberi nilai
tambah pada pemasukan negara dari harta ilegal pejabat korup berikut
para penikmatnya.
Anggota Ombudsman itu juga memperkirakan jumlah uang yang bisa
masuk dari operasi penyitaan harta ilegal dan dari pebisnis nakal dalam
bidang pertambangan dan bidang-bidang lainnya jauh lebih besar
dibandingkan dengan uang APBN yang digunakan selama ini.
Editor: Ruslan Burhani